ISTIMEWA/SUMEDANG ONLINE

Dampak Sosial Terabai, ACL Boikot Pilkada

PILIH – Aben Supardi (peci putih), dengan berapi-api, menyatakan jangan melakukan hak pilih jika Pemerintah tidak membela OTD, di Aula Balai Desa Pakualam, Kamis (12/04).

DARMARAJA – Merasa terabaikan hak-haknya oleh Pemerintah, OTD (Orang Terkena Dampak)  Jatigede yang tergabung dalam ACL (Aliansi Cipaku Lama), akan mengajukan opsi ke Pemerintah, jika sampai batas akhir Juni 2012 ini, permasalahan dampak sosial belum selesai, mereka mengancam akan melakukan aksi masa, selain itu OTD pun akan memboikot Pemilihan Kepala Daerah (Pilakada) Sumedang 2013 mendatang.
Hal itu disampaikan sejumlah OTD dalam rapat Sosialisasi Hasil Surat Kesepakatan Bersama antara ACL dan  DPRD Sumedang, tertanggal 29 Maret 2012, di Aula Balai Desa Pakualam.
“Jika Pemerintah tidak membela OTD jangan dipilih lagi pada Pilkada nanti,” ujar Aben Supardi dalam pertemuan tersebut, Kamis (12/04).
Hal senada diutarakan tokoh masyarakat Desa Pakualam, Ateng Wahyudi. Dalam penanganan dampak sosial Ateng memberikan batas waktu hingga Juni 2012, jika sampai batas waktu yang ditentukan ACL, pemerintah belum merealisasikan dan mengaktualisasikan, ACL terdiri dari Desa Pakualam, Karangpakuan dan Cipaku akan melakukan unjukrasa.
“Kalau hal itu tidak direalisasikan dan diaktualisasikan, ACL, akan mengadakan demo, menghalangi kembali aktivitas Jatigede. Juni2012 itu harus ada keputusan yang memihak ke OTD, jika tidak, kita akan membendung aktivitas Jatigede,” ujar Ateng.
Ketua ACL, Jaya Albanik, mendukung seluruh aspirasi warga OTD itu, bahkan dirinya secara tegas menolak keberadaan SAMSAT Jatigede, Jaya lebih condong percaya pada perkataan Wakil DPRD Sumedang, Edi Askhari, yang mengusulkan melakukan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Jatigede, untuk menangani permasalahan Jatigede.
“Saya menolak diadakannya Samsat Jatigede, kenapa harus ada gonta-ganti tim jika permasalahan sebenarnya tidak mampu diselesaikan. Kalau benar-benar DPRD Sumedang peduli, maka bentuklah Pansus, seperti yang dilontarkan Wakil DPRD Sumedang, kami ACL, mendukung itu,” ujar Jaya.
Lanjut Jaya, ACL akan mendorong DPRD Sumedang untuk menyelenggarakan sidang paripurna untuk pembentukan Pansus. “Kami berharap eksekutif juga merespon keinginan masyarakat ACL yang seperti ini, dan segera mencabut SK Bupati mengenai tanah pemukiman, karena tidak sesuai dengan norma-norma pengentasan kemiskinan, yang diharapkan adalah tanah untuk sumber kehidupan,” imbuhnya.
Selain menolak keberadaan Samsat Jatigede, ACL pun menurut Jaya, sepakat menolak, Undang-undang No 2 tahun 2012, tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. “Pemerintah seharusnya bijak. Undang-undang terdahulu saja sudah cukup sebagai payung hukum. ACL meminta pemerintah baik Permendagri, Kepres, dan Perpres yang sebelumnya ada harus digunakan dalam penyelesaian dampak sosial Waduk Jatigede antara tahun 1981-1986 termasuk hingga hari ini,” lanjutnya.
Sementara menyikapi relokasi penduduk, ACL meminta Pemerintah mencabut usulan Bupati Sumedang yang mengajukan untuk lahan pemukiman dialokasikan 400 meter (28 bata) dan rumah type 36. “ACL sepakat untuk pemberian rumah type 36 agar diberikan konvensasi uang, karena 60 persen warga ACL sudah mempunyai rumah dengan struktur bangunan yang laik huni, ACL justru khawatir jika pemberian dari Pemerintah rumah yang akan dibangun nantinya akan menggunakan pohon randu, jadi kami minta uangnya  saja,” tambahnya.
Selain itu jika ada masyarakat OTD yang akan direlokasi ke luar jawa (transmigrasi), ACL pun dikatakan Jaya, meminta Pemerintah agar menempatkan warga OTD di wilayah perkebunan sawit, seperti di transmigrasikan ke Provinsi Jambi.
ACL pun dikatakan Jaya, tidak mempercayai buku kuning, Jaya menduga dalam buku kuning itu disinyalir banyak penyimpangan. “ACL pun meminta pemerintah untuk melakukan pendataan ulang, dalam artian bukan untuk dibayar kembali. Kami minta didata ulang itu untuk pengabsahan permasalahan itu,” pungkasnya.(ign)