Acara Seremonial Monoton dan Sense of Crisis
- Penulis: Fitriyani Gunawan
- Editor: Redaksi
- Terbit: Kamis, 8 Sep 2016 01:36 WIB
Jujur saja banyak kegiatan seremonial di Sumedang yang monoton, atau karena namanya seremonial ?
Tapi itu kan buang – buang anggaran, waktu dan pelayanan publik hanya untuk berdiri lama nunggu kehadiran Pemimpin Sumedang, kemudian mendengarkan pidato yang kadang hanya yang duduk di depan saja yang mendengarkan selebihnya ngobrol dan nongkrong.
Sementara di Kecamatan dan Desa masing – masing masyarakat menunggu pelayanan atau tanda tangan dari para camat dan kades, walaupun sebagian bisa diwakilkan tapi tetap tidak efektif bilamana yang penting yang harus melibatkan atau turun tangan aparat kecamatan dan desa tapi alasannya sedang sibuk acara dengan Bupati tetapi di acaranya sendiri cuma keliling dan ngobrol – ngobrol tanpa makna.
Sayang sekali waktu setengah hari habis untuk hal yang percuma dan ini sangat sering di Sumedang, mereka jauh – jauh datang untuk hal yang kurang efektif ditengah keterpurukan Sumedang dari segala hal dan pelayanan pun jadi kurang maksimal.
BUANG ANGGARAN
Untuk sewa stan saja dan pengisian stan dengan berbagai properti serta isinya lumayan memakan biaya tinggi belum untuk transportasi dan sering kejadian untuk produk – produk UKM itu minjam dari ukm, dan parahnya seringkali juga produknya minjam tidak dikembalikan atau minta, atau dijual tapi uangnya habis ga jelas buat inilah itulah. Banyak keluhan dari ukm sedari dulu dan admin pun sering mengalami hal seperti itu. Banyak yang kapok ketika pihak desa atau kecamatan minjam barang ke ukm dengan alasan buat pameran atau acara.
Semakin terbuang anggaran ketika acaranya asal ada, tidak terbuka untuk umum dan hanya untuk DILIHAT DIKOMENTARI Pemimpin Daerah tanpa tindak lanjut apa yang bisa dilakukan dengan banyaknya potensi ekonomi tiap kecamatan. Saya lihat itu juga berulang – ulang. Suka kasihan sama aparat desa atau kecamatan yang harus begadang jaga stan dan ngisi properti dan terkadang tidak ada anggarannya.
USUL SARAN
Sekiranya acaranya hanya sebentar dan lebih banyak keluar anggaran ketimbang efeknya buat masyarakat lebih baik acaranya di IPP saja atau Gedung Negara.
Kalau memang acaranya buat mengenalkan potensi tiap kecamatan agar diketahui publik lakukan acara yang TERBUKA UNTUK UMUM dan kelola oleh event organizer dengan promosi yang bagus melibatkan banyak sponsor biar Pemkab tidak banyak keluar anggaran, cukup rekomendasi saja, dan cari lokasi yang mudah dijangkau.
Libatkan kampus, komunitas, organisasi dan sejenisnya agar mereka mengetahui potensi lokal Sumedang yang bisa menjadi daya tarik dan mereka pun akan melakukan efek bola salju dengan ikut menyebarkan informasinya.
Perbanyak promosi lini bawah ( below the line ) agar kegiatan ini diketahui masyarakat Sumedang agar mereka tidak usah jauh – jauh mencari kebutuhan – kebutuhan di Sumedang di luar Sumedang dengan mengetahui potensi – potensi tiap kecamatan. Kecanggihan teknologi bisa dimanfaatkan untuk melakukan penyebaran informasi.
Itu hanya beberapa saran standar masih banyak ide lainnya.
Intinya setiap pengeluaran yang menggunakan anggaran daerah harus dipikirkan multi efeknya buat masyarakat bukan sekedar mengadakan acara karena kita tahu pendapatan Sumedang itu kecil makanya segala pembangunan lambat atau tertinggal.
Hentikan kebiasaan Asal Bapak Senang dengan DIAYA – AYA atau NGAYA – NGAYA, tanggungjawab kita pada masyarakat, karena saat banyak pengeluaran anggaran yang percuma, di kampung – kampung, masyarakat banyak memerlukan perhatian lebih, baik pelayanan publik atau sarana prasarana.
Saat banyak acara dan para pejabat makan minum enak dari uang anggaran, ingat OTD Jatigede dan di berbagai pelosok di Sumedang banyak yang susah untuk cari makan sehari-hari meski sekedar nasi dan tahu tempe.
Mari mengingat surat Khalifah Umar Ibnu Khattab kepada Gubernur Azerbaijan, ketika diberi makan enak.
“Makanan semanis dan selezat ini tidak dibuat dari uang ayah dan ibumu. Kenyangkan dulu perut rakyatmu dengan makanan ini sebelum engkau mengenyangkan perutmu”.