SUMEDANG.ONLINE – Sejak 12 April 2020, air bendungan Jatigede masuk ke golodog rumah warga relokasi eks Desa Cibogo, Kecamatan Darmaraja di RT 07 RW 04 Kampung Kanaga, Desa Tarunajaya, Kecamatan Darmaraja.
Sedikitnya dua rumah mulai tergenang di bagian halaman depannya, dan satu mushola sudah terendam hingga satu meter lebih sejak seminggu lalu.
Menurut Romli, dirinya pindah ke tempat tersebut lantaran tak ada larangan dari pemerintah untuk membangun. Apalagi tanah yang didiaminya sekarang merupakan tanah milik yang belum dibebaskan pada saat pembayaran Tahun 2006 lalu.
Anehnya, meski berada di elevasi +260, namun tanahnya tersebut tak masuk prioritas pembayaran, berbeda dengan lokasi yang sama sementara tanahnya lebih tinggi namun sudah dibayar. Banyak yang menduga jika pada pembayaran Tahun 2006 itu ada permainan dari para pengambil kebijakan saat itu.
“Duka, ngan informasi mah aya nu suap panginten. Aya nu ngalironkeun sareng nu Pasir Kanaga Atas. Pasir Kanaga anu posisina luhur kan tos dibayar. Tapi abdi ieu nu handap acan, duka aya naon tah?” ujar Romli pada SUMEDANG ONLINE, Selasa, 14 April 2020.
Romli pun menduga muka air Jatigede saat ini sudah lebih dari +260 meter di atas permukaan laut, dan terus mengalami kenaikan. Dirinya membuktikan hal itu, ketika memasang penutup sumur mushola setinggi 50 centimeter, saat ini penutup sumur tersebut sudah terendam. Padahal posisi patok +260 mdpl jauh berada di bawahnya.
“Sudah dua hari air masuk ke halaman rumah, sebelumnya sampai ke selokan. Kalau sekarang air Jatigede masuk ke dalam, jadi kalau hujan itu jadi malik, jadi gede ke dalam,” imbuhnya.
Bahkan sebut dia, mushola yang berada persis di depan rumahnya. Sudah sepekan terakhir lebih dahulu terendam. “Kalau masjid sudah duluan, sudah satu minggu,” jelas dia.
Romli membenarkan jika posisi rumahnya memang agak lebih tinggi dengan patok +260 mdpl. “Patok itu, batas Tahun 2006. Agak tinggian ini, kalau dengan patok. Katanya titik +260 itu di patok sana, tapi air sekarang lewat patok, masuk ke sini. Kemungkinan lebih tinggi, tapi air masih naik. Itu kan sumur sudah ditambah setengah meter, sudah kerendam lagi. Jadi air masih meluap,” bebernya.
Untuk sementara Romli tinggal bersama di rumah orangtuanya yang dinilainya masih aman.
Meski rumahnya belum dibayar pada pembayaran 2006 lalu, namun Romli enggan untuk pindah jika rumahnya suatu saat akan dibayar.
“Kalau dibayar, kayanya kurang minat. Karena saya sudah betah di sini, sudah lima tahun. Jadi sudah betah, keamanan di sini aman. Jadi sama tetangga baik. Di sini kan ada empat kampung, Tanjungwangi, Ciwangi, Cobogo Dua, Cibogo Satu jadi bersatu di sini. Jadi pergaulan sudah enak,” ungkapnya.
Romli malah berharap pemerintah bisa menurunkan air Jatigede sampai batas +260 mdpl sesuai dengan patok yang ada. “Kepada pemerintah saya minta mohon lah diturunin, sampai ke titik 260 jangan sampai lewat. Kalau bisa turun lah, supaya nggak ganggu ketentraman di sini, yang di samping sini semuanya kena,” imbuhnya.
Hal senada juga dikatakan Saji yang merupakan pindahan dari eks Desa Cibogo. Posisi rumah Saji, persis di atas patok +260 mdpl. Namun lagi-lagi rumah ini pun belum dibayar oleh pemerintah. Malah dikatakan Saji, sejak dua bulan lalu dirinya mendapatkan sertifikat hak milik untuk rumahnya tersebut.
Disinggung kenapa tanahnya tidak dibayar oleh Pemerintah pada Pembebasan 2006 lalu. Sama halnya dengan warga lainnya dia menduga ada permainan dari para pengambil kebijakan saat itu.
“Nya teu acan dibayar, da ieu mah kenging meser tadina. (kenapa belum dibayar) Maklum we meureun kapungkur mah ‘kitu’, anu gaduh tanah sareng padamel (ukur), dibetot ka ditu, dibetot ka dieu. Da wartosna mah kanggo mayar kadieu. Itu teh. Pami nu di luhur mah nu di Astana Cina (Kanaga Atas) tos dibayar, ” ungkap Saji sambil menunjukan bagian belakang rumahnya yang sudah mulai terendam.
Ia memprediksi ada hampir 7 ha lahan yang belum dibebaskan saat itu, untuk yang dia saja ada sekitar 16 bata (224 meter persegi) yang belum dibebaskan. Jika pun nanti dibebaskan dia akan pindah ke posisi yang tidak jauh dari lokasi sekarang.
“Kumaha leresna wae, pami teu dibayar da moal bebas sare, deg deg kumaha, komo cai bade naek deui,” jelas dia yang menyebutkan telah memasang bambu untuk menahan air agar tidak terlalu banyak masuk ke dalam rumahnya.
Dihubungi di Desa Wado, Kecamatan Wado saat akan melakukan penyurveian lokasi rumah yang terendam di Kampung Baru. Kasiman, mantan Satuan Kerja (Satker) Jatigede menyebutkan tanah yang ada di Pasirkanaga memang belum dibayar, dan ada rencana pemerintah akan melakukan pembayaran tanah tersebut.
“Yang di Pasir Kanaga kan kalau itu kan belum dibayar, jadi rencana mau dibayar,” ujar Kasiman mantan Pelaksana Teknik pada Satuan Kerja Jatigede. *FITRI*