KOTA, SUMEDANGONLINE — Pemerintah Provinsi Jawa Barat menggelontorkan anggaran ke Kabupaten / Kota bersumber dari Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah. Kabupaten Sumedang mendapat alokasi anggaran senilai Rp38,90 Miliar. Dana sebesar itu diperuntukkan untuk peningkatan Jalan Cicau-Karedok Rp6,06 Miliar, Lanjutan Pembangunan Alun-Alun Sumedang Rp3,31 Miliar, Pembangunan Gedung Creative Center Rp14,52 Miliar dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Jatigede Desa Karangpakuan Rp15 Miliar.
Peneliti Senior Nandang Suherman dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Jawa Barat menyoroti anggaran untuk Lanjutan Pembangunan Alun-Alun Sumedang yang menurutnya terlalu berlebihan jika dalam konteks Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), sehingga harus dianggarkan dari dana pinjaman PEN.
“Kalau konteksnya melunasi/melengkapi Alun-alun dengan minjam. Itu menurut saya sih terlalu berlebihan. Karena itu bukan merupakan prioritas, super prioritas dalam konteks Covid ya. Itu kalau menurut saya sih perlu dipertanyakan re-send terkait dengan itu, sampai masuk pinjaman. Terlalu memaksakan untuk urusan Alun-alun sampai ka nginjeum heula emang seberapa urgent, seberapa penting lamun teu dianggeuskeun loba nu mararaot. Kalau di Covid kan gitu,” tegas Nandang Suherman saat dihubungi melalui sambungan telepon selulernya. Rabu, 30 September 2020.
Karena itu lanjut Nandang, seharusnya DPRD menanyakan terkait hal itu dan Bupati Sumedang, H. Dony Ahmad Munir pun diminta untuk tak terlena dengan alasan program Pembangunan Alun-Alun Sumedang merupakan proyek Provinsi Jawa Barat.
“DPRD harus menanyakan itu. Dan Bupati juga jangan terlena karena mentang-mentang ini dari provinsi, tetapi ini kan ada konsekuensi budget yang harus dibayar. Dan dibayarnya, bukan oleh pribadi uang Ridwan Kamil, tentu saja dari APBD, APBD sumbernya dari Rakyat. Dan pasti akan berkonsekuensi terhadap bantuan nanti dari Provinsi ke Kabupaten/Kota,” tandasnya mengingatkan.
Menurut Nandang, seharusnya jika anggaran Pinjaman PEN itu, dialokasikan untuk kegiatan yang menggerakkan sektor ekonomi bukan untuk mempercantik Alun-alun. Dia beralasan, dari mempercantik Alun-alun tidak ada effect domino untuk menggerakkan ekonomi, jika pun ada hanya kecil.
“Kalau Alun-Alun mah duh … emang sekarang Alun-alun kurang apa sih? Dimanfaatkan juga hanya sebagai work wungkul. Terus yang kedua lebih banyak deuleu, gitu kan. Lebih banyak deuleu tidak ada effect domino dari mempercantik Alun-alun menggerakkan ekonomi. Kalau pun ada sangat-sangat kecil karena kan tidak ada aktivitas ekonomi di situ,” ungkapnya.
Selain itu yang membuat janggal, Pembangunan Alun-alun (Penataan Lanjutan Alun-alun Sumedang) telah masuk Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) senilai Rp2,5 Miliar dengan nilai kontrak Rp2.2 Miliar dan sudah ada pemenangnya. Sementara pagu yang dialokasikan dari Pinjaman PEN senilai Rp3,3 Miliar.
Karena itu Nandang berharap Bupati dan DPRD Kabupaten Sumedang harus segera mempertanyakan perbedaan nilai anggaran yang mencolok tersebut. Lantaran dikatakan Nandang, nantinya secara tidak langsung akan mempengaruhi bantuan untuk Kabupaten Sumedang dari Provinsi.
“Bupati dan DPRD harus bertanya, mendesak, karena memang secara tidak langsung nanti akan terkena juga. Terutama dari sisi beban utang. Tetapi akan mempengaruhi terhadap bagian Sumedang dari Provinsi, kan begitu,” demikian Nandang.
Dikonfirmasi berkait dengan hal ini Bupati Sumedang, H. Dony Ahmad Munir membenarkan jika alokasi untuk Penataan Lanjutan Alun-alun Sumedang dialokasikan provinsi dari Pinjaman PEN. Padahal dikatakan Bupati, pihaknya mengajukan unuk anggaran Pembangunan Alun-alun Sumedang itu dari APBD Provinsi Jawa Barat.
“Namun tampaknya tidak ada anggaran akhirnya dialihkan ke PEN, padahal kita mengajukan dari anggaran provinsi bukan dari PEN,” sebut Dony sambil menyebutkan jika proyeknya sendiri saat ini sudah berjalan.
Sebagai informasi Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menandatangani Perjanjian Pinjaman Daerah Tahun 2020 antara Pemerintah Daerah Provinsi Jabar dan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) melalui videoconference dari Gedung Pakuan, Kota Bandung. Kamis, 24 September 2020.
Penerimaan pembiayaan lewat Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah ini bertujuan untuk mendorong pembangunan perekonomian, khususnya terkait belanja modal pemerintah, yang ikut terdampak pandemi global COVID-19.
Dana pinjaman senilai Rp1,812 triliun tersebut akan dialokasikan untuk membiayai proyek-proyek strategis yang bersifat pelayanan publik untuk peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat dengan prioritas penciptaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja, penggunaan bahan baku lokal, dan memiliki manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat.
Kang Emil –sapaan Ridwan Kamil– mengatakan, pinjaman daerah ini sekaligus mengembalikan biaya program-program strategis yang terkena refocusing akibat pandemi COVID-19, baik program di provinsi maupun 27 kabupaten/kota se-Jabar.
“Ini adalah inovasi pembiayaan pembangunan dari pemerintah pusat melalui pinjaman daerah yang tentunya sangat dibutuhkan untuk mengembalikan Pemulihan Ekonomi Nasional di Jabar,” kata Kang Emil.
“Mudah-mudahan pinjaman daerah ini bisa dimaksimalkan di sisa waktu 3 bulan (di 2020) dengan cara-cara yang bermanfaat,” tambahnya.
Selain itu, Kang Emil berujar bahwa pinjaman daerah bisa meningkatkan belanja pemerintah di tengah lesunya ekspor dan daya beli masyarakat.
“Pinjaman daerah ini juga berguna dalam memulihkan kembali belanja pemerintah. Mudah-mudahan belanja pemerintah menjadi satu-satunya api yang bisa menjaga nyalanya ekonomi Jabar,” harapnya.
Adapun rinciannya, Pinjaman Daerah Tahun 2020 antara Pemda Provinsi Jabar dan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) dengan nilai Rp1,812 triliun akan digunakan untuk membiayai tujuh jenis kegiatan infrastruktur, yaitu: (1) Infrastruktur jalan dengan nilai Rp463,558 miliar; (2) Infrastruktur pengairan Rp27,96 miliar; (3) Infrastruktur perumahan Rp200,55 miliar; (4) Infrastruktur perkotaan ruang terbuka publik Rp63,692 miliar; (5) Infrastruktur perkotaan bangunan publik Rp25,598 miliar; (6) Infrastruktur sosial pariwisata Rp15 miliar; dan (7) Infrastruktur sosial kesehatan Rp1,016 triliun.
Kang Emil pun menegaskan bahwa pihaknya akan memantau pengerjaan proyek di lapangan sehingga pinjaman daerah ini betul-betul dirasakan oleh warga Jabar dengan menghadirkan lapangan pekerjaan yang lebih banyak.
“Maka dari itu, saya titip di-monitoring oleh Kepala Bappeda dan Sekda, agar pinjaman daerah pemulihan ekonomi ini bermanfaat untuk warga Jabar yang terjun langsung dalam proyek infrastruktur pengerjaan di lapangan,” ucap Kang Emil.
Sementara itu, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Mochamad Ardian Noervianto memuji kebijakan Gubernur Jabar yang meneruskan pinjaman daerah kepada kabupaten/kota.
“Pinjaman daerah itu biasanya hanya untuk kepentingan pemerintah daerah sendiri, berbeda dengan apa yang saat ini dilakukan di Jabar. Pak Gubernur (Ridwan Kamil), dengan kebijakannya, meneruskan bantuan keuangan (kepada kabupaten/kota). Kami berharap bahwa kebijakan ini bisa dioptimalkan dalam pengembangan dan kebaikan ekonomi di Provinsi Jabar beserta kabupaten/kota di Jabar,” kata Ardian.
Ia menambahkan, pihaknya pun akan mendorong Pemerintah Daerah Provinsi Jabar dan pemerintah daerah kabupaten/kota di Jabar untuk mengoptimalkan bank bjb sebagai partner perbankan untuk membangun sinergi daerah di pemerintah masing-masing.
“Semoga upaya kita semua dalam upaya mendorong pemulihan ekonomi daerah bisa meningkatkan pendapatan ekonomi daerah juga,” ucap Ardian.
Dalam agenda ini, juga dilaksanakan penandatanganan perjanjian pinjaman modal kerja antara BUMD PT Jasa Sarana dan bank bjb senilai Rp50 miliar untuk modal kerja. Pinjaman modal kerja itu akan digunakan untuk pembangunan proyek infrastruktur yang dilaksanakan oleh PT Jasa Sarana, di antaranya jalan Tol Cisumdawu (Cileunyi-Sumedang-Dawuan).
Direktur Utama bank bjb Yuddy Renaldi mengatakan, pembiayaan ini merupakan bagian dari program bjb Infrastruktur Daerah (INDAH) yang bertujuan untuk mendorong pembangunan infrastruktur di Jabar.
“bank bjb selalu siap sedia menjadi mitra berbagai pihak dengan bertindak sebagai lead maupun arranger dalam mendorong pembangunan daerah. Kami memiliki peran sebagai agen pembangunan yang selalu diimplementasikan dengan dukungan-dukungan nyata, terutama dorongan keuangan guna mempermudah proses pembiayaan infrastruktur yang akan memberi dampak ekonomi dan sosial dalam skala lebih luas,” ujar Yuddy.
Pembiayaan infrastruktur ini, lanjut Yuddy, diharapkan akan menghadirkan multiplier effect yang mendorong geliat aktivitas ekonomi sehingga proses pemanfaatan dana untuk pembangunan infrastruktur diharapkan dapat menciptakan lapangan pekerjaan lebih luas serta dapat menyerap produk-produk dalam negeri.
“Dampak ekonomi juga dapat dirasakan lewat manfaat pembangunan infrastruktur yang bertujuan untuk menghubungkan antar kawasan ekonomi mulai dari kawasan pariwisata, industri hingga sentra produksi. Keberadaan infrastruktur akan memperlancar arus distribusi barang, jasa, dan menunjang mobilitas manusia sehingga dapat menekan biaya komoditas serta ongkos perjalanan. Pada gilirannya, akses terhadap berbagai kebutuhan penunjang akan lebih terjangkau oleh masyarakat,” kata Yuddy. ***