SUMEDANGONLINE – Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang, Agus Wahidin memastikan jika tenaga honorer pada Dinas Pendidikan sudah sesuai dengan aturan yang berlaku, hal itu menanggapi adanya wacana jika tenaga honorer yang ada di lingkup Dinas Pendidikan jumlahnya berlebih.
Menurut Agus, untuk melihat tenaga honorer pada lingkup pendidikan, tidak bisa dipandang dari satu sudut saja.
“Jadi berbicara honorer ini harus betul-betul komprehensif, artinya yang pertama seolah-olah jumlah tenaga kerja di Dinas Pendidikan itu berlebih. Saya jelaskan bahwa rumus untuk para guru ini, ada rumusnya. Untuk guru SD kan itu ada guru kelas. Jadi kalau SD itu, kalau kelas satunya cuman satu kelas, kelas dua cuman satu kelas, berarti kan ada 6 kelas darii kelas 1 sampai 6. Itu gurunya, wajib guru kelasnya 6, kemudian guru agamanya harus ada, kemudian guru olahraga, penjasnya harus ada. Kepala Sekolahnya harus ada, jadi minimal 9 orang kalau kelasnya ada enam,” tandas Agus pada wartawan SUMEDANGONLINE di ruang kerjanya. Senin, 3 Oktober 2022.
Bahkan jumlah tersebut dipastikan Agus bukan lagi ideal, tapi wajib. “Bukan ideal lagi, itu harus, wajib. Kalau itu dilanggar, yang dilanggar itu konstitusi, mau mencerdaskan kehidupan bangsa bagaimana?” tandasnya.
Dikatakan Agus, berbeda dengan SD, untuk SMP rumus pernghitungan jumlah gurunya berdasarkan jumlah mata pelajaran.
“Jadi kalau SMP beda lagi cara menghitungnya, yaitu (berdasarkan) mata pelajaran. Jadi contoh, SMP 3 Jatinunggal ada tiga kelas, kelas tujuhnya ada satu kelas, kelas 8 ada satu kelas, kelas sembilan ada satu kelas, gurunya tidak bisa tiga orang. Gurunya tetap harus ada 12 orang, karena jumlah mata pelajaran ada 1. Ini yang banyak persepsi, pak itu kebanyakan guru sampai ada 13 sampai 14 padahal kelasnya cuman ada tiga, menghitungnya bagaimana? Kan itu mata pelajaran dan jam mengajar,” jelasnya.
Lain lagi untuk guru di PAUD, guru pengajar untuk PAUD sebut Agus berdasarkan jumlah siswa yang ada yakni satu guru untuk sepuluh siswa. Sehingga, jika ada dalam satu PAUD jumlahnya 30 siswa, maka gurunya ada tiga orang.
“Jadi bukan idealnya, tapi ini harus, karena ini amanat UUD, konstitusi. Mencerdaskan Kehidupan Bangasa ada aturannya, ada UU Pendidikan ada UU Sisdiknas, ada UU Guru dan Dosen kemudian ke bawah-bawahnya mengatur seperti itu. Jadi ada guru kelas, ada guru mata pelajaran, ada jam mengajarnya,” bebernya.
Berkaitan dengan antisipasi membludaknya guru honorer pada satuan pendidikan, Agus memastikan jika di sekolah guru honorer pasti terkendali.
“Karena tidak mungkin kepala sekolah memasukan guru honorer kalau jumlah guru. Misalkan SD guru kelasnya sudah 6. Kalau sudah enam, otomatis guru yang ada akan marah, karena jam mengajarnya akan berkurang, berebut. Kalau jam mengajarnya kurang, otomatis sertifikatnya tidak cair. Jadi disitu sudah ada filter, ada benteng yang otomatis terfilter. Jadi kalau sudah cukup, nggak mungkin ada honorer baru, belum lagi kepala sekolah dipusingkan dengan membayarnya dari mana. Jadi Filter ini bukan hanya aturan, tapi bagaimana guru itu ketercukupan jam mengajarnya. Itu sudah terfilter otomasi, jangan khawatir,” jelas Agus. ***