DAERAH  

DITEROR, KETUA FPML MALAH LEBIH VOKAL

TEROR : Ketua FPML menunjukan bekas aksi pelemparan batu ke kaca rumahnya. Foto:Igun

CISITU – Ketua Forum Peduli Masyarakat Linggajaya (FPML), Ano Sutarna, mengaku merasa diteror oleh pihak – pihak yang tidak bertanggung jawab. Ia menilai teror tersebut berkaitan dengan kiprahnya di FPML yang vokal menolak relokasi 503 KK warga Cinangsi ke wilah blok Cipangrumasan, Desa Linggajaya, Kecamatan Cisitu.

“teror terjadi pada malam sebelum kami melakukan unjukrasa, dengan melakukan pelemparan ke kaca depan ruang tamu dengan batu” ungkapnya, sambil memperlihatkan kaca bagian depan ruang tamunya yang pecah hampir setengah bagian, hingga Minggu (12/06) kemarin saat sumedangonline menyambangi rumahnya, kaca tersebut belum diganti.

Kejadian serupa terjadi pada rumah bendahara FPML, Agus Wawan Darmawan SE, meski teror mewaranai perjalanan perjuangannya untuk membela masyarakat Linggajaya, Ano dan kawan – kawan di FMPL mengaku tidak gentar, bahkan ia mengatakan surat yang dilayangkan ke Pemerintah Pusat melalui kementerian sosial mulai mendapat tanggapan.

“DPR-RI Komisi 8, bpmvb, dan kementerian sosial rencanya besok (hari ini, red.) akan meninjau langsung lokasi Cipangrumasan” ungkap mantan Kepala Desa Linggajaya ini, yang beberapa waktu lalu melayangkan surat ke kementerian sosial dan kementerian perumahan rakyat, dengan tembusan DPR-RI, KPK, POLRI dan HAM.

Ketika ditanya kenapa melayangkan surat ke-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ano menilai ada indikasi kepentingan kepala Desa untuk meloloskan proyek tersebut, padahal menurut pendapatnya, seharusnya kepala Desa Linggajaya, Asep Yaya Sunarya, menggunakan tanah kas desa untuk kepentingan umum seharusnya melalui prosedur yang berlaku.

“dalam prosedur menggunakan tanah kas desa untuk kepentingan umum, kan prosedurnya kepala desa itu tidak ada. Saya sampaikan ke-KPK karena nilainya mencapai 10 Miliar” paparnya.

Rencananya hari ini FMPL akan mengunjungi DPRD namun rencana tersebut dapat dibatalkan apabila kunjungan Komisi 8 DPR-RI yang akan meninjau lokasi Cipangrumasan benar – benar jadi, namun jika tidak mereka akan menyampaikan beberapa kesepakatan dihadapan DPRD dalam rapat beberapa waktu lalu yang tidak digubris kepala Desa dengan alasan semua atas intruksi Sekretaris Daerah Kabupaten Sumedang.

“hasil rapat kerja dengan DPRD beberapa waktu lalu oleh kepala desa tidak digubris, contohnya satu harus mengulang sosialisasi ke masyarakat tidak mau, memberhentikan pekerjaan tidak mau, dengan alasan intruksi sekda, ini payah bener, padahal sekda itu diundang, cuman diwakili oleh bpmvb. Kami  sangat tidak mengerti  oleh sifat kepala desa bahkan dia berbicara saya tidak mau melaksanakan perintah DPR karena atasan saya Sekda dan Bupati. Apakah cocok seorang kepala Desa berbicara seperti itu?” ungkapnya, yang menyebutkan proses pembabatan pohon – pohon kayu Jati, Singon dan Mahoni masih berlangsung hingga saat ini, bahkan ironisnya pembabatan pohon tersebut justru merugikan para petani penggarap karena pada umumnya pohon – pohon yang ditebang hanya dihargai pohon untuk kayu bakar.

Bahkan Ano pun mempertanyakan sikap kepala Desa yang enggan melakukan sosialisasi,”saya tidak mau sosialisasi ke masyarakat, kalau BPD mau silakan!. Tapi saya sebagai kepala Desa akan mundur” tuturnya menirukan ucapan kepala Desa.

BPD pun menurutnya mengakui jika tidak menandatangi surat pernyataan, para BPD hanya mengaku menandatangani surat berita acara hasil rapat, “bahkan dari tingkat kabupaten Sumedang ke BPD pun terus mendesak untuk segera membuat Peraturan Desa, tetapi BPD tidak mau dengan alasan dasar pembuatan perdes tidak jelas, karena seharusnya pembuatan perdes atas aspirasi dari masyarakat, sementara sosialisasi ke masyarakat tidak pernah dilakukan” lanjutnya.

Padahal menurut Ano, hal yang paling dipermasalahkan oleh FPML adalah masalah prosedur, jika prosedur yang semestinya sesuai dengan peraturan yang ada ditempuh oleh Kepala Desa, maka pihaknya pun tidak akan menentang.

Dengan adanya sikap arogan Kepala Desa itu ia menghawatirkan kelak jika unsur TNI sudah tidak ada di Cipangrumasan akan terjadi sengketa antara warga asli dengan warga pendatang, belum lagi apabila terjadi alih kepemimpinan ke kepala desa yang baru.(igun gunawan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *