Proyek Waduk Jatigede Diminta Diwaspadai
- Penulis: Fitriyani Gunawan
- Editor: Redaksi
- Terbit: Kamis, 29 Sep 2011 16:12 WIB
dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), seperti pembangunan waduk Jatigede di Sumedang, Jawa Barat. Demikian salah satu poin penting dalam pernyataan sikap Transparency International (TI) Indonesia dalam acara peluncuran dan diskusi Global Corruption Report (GCR) yang dilangsungkan di Jakarta pada beberapa tahun silam.
Seperti diketahui, saat ini pembangunan waduk Jatigede baru saja dimulai. Bendungan ini dibangun oleh kontraktor China Sinohydro Coop. Ltd, setelah pemerintah China memberi hutang sebesar 250 juta dollar AS kepada pemerintah Indonesia. Masalahnya rekam jejak SinoHydro sebagai kontraktor bendungan Tiga Ngarai di China sangat buruk. Bangunan dam itu diduga sangat rapuh di tengah endemik korupsi dalam proyek itu. Kontruksinya retak hingga sepanjang 1,25 mm kedalaman 2,5 m. Belum lagi, dampak lingkungan yang ditimbulkannya.
Belajar dari masa lalu, menurut TI, korupsi dalam proyek bendungan sudah berlangsung sejak jaman Orde Baru. Pengamat korupsi, George Junus Aditjondro menengarai terjadi korupsi dalam pembangunan dam dan PLTA di Indonesia, seperti proyek waduk Kedung Ombo di Jawa Tengah. Demikian pula proyek bendungan irigasi dan PLTA di beberapa daerah seolah asal bangun yang penting mendapat dana kucuran segar dari pinjaman luar negeri.
“Bila model KKN pembangunan bendungan yang padat modal belum bisa dibersihkan, dikhawatirkan pembangunan waduk Jatigede, bisa berakibat sama. Proyek bendungan itu potensial jadi sarang korupsi, disamping ekses lainnya,” jelas Sekjen TI Indonesia Rizal Malik dalam siaran persnya.
Oleh karena itu, pemerintah diminta belajar dari pengalaman. Target pemerintah untuk membangun 11 waduk dalam kurun waktu 5 tahun ke depan, mesti dikaji ulang. Memang dalam jangka pendek, bendungan akan mengatasi masalah energi dan irigasi pertanian, namun dalam jangka panjang justru bisa mengakibatkan bencana baru terhadap ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan— termasuk bencana korupsi dan penumpukan hutang luar negeri.
Pengalaman buruk yang terjadi dalam pembangunan bendungan Tiga Ngarai di China sudah seharusnya menjadi pelajaran yang berharga. “Pemerintah dan kontraktor proyek waduk Jatigede sudah seyogyanya mengedepankan prinsip transparansi dan partisipasi dalam proses pembangunan bendungan itu supaya bisa mengurangi dampak negatif,” lanjut Rizal Malik. Selain masalah bendungan, TI Indonesia juga menyoroti korupsi dalam pengelolaan air bersih yang dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
China Disorot Dalam Laporan Korupsi Global (GCR) 2008 yang diluncurkan diseluruh dunia oleh Transparency International, ditekankan masalah korupsi di sektor air. Korupsi di sektor air dianggap merupakan akar permasalahan dan katalisator bagi krisis air global yang mengancam hajat hidup milyaran orang serta mempertajam perusakan lingkungan hidup.
“Air adalah sumberdaya tak tergantikan. Air sangat penting bagi kesehatan, ketahanan pangan, masa depan cadangan energi kita serta bagi ekosistem kita. Namun korupsi telah merusak tata kelola dan pemanfaatan air dalam semua bidang tersebut,” tandas Huguette Labelle, Ketua TI.
Titik berat laporan Asia Pasifik dalam GCR 2008 adalah korupsi dalam pengelolaan air bersih di China, India, Banglades, Pakistan dan Nepal. China adalah salah satu negara yang banyak disorot. Disebutkan korupsi banyak ditemukan terkait dengan pelaksanaan peraturan lingkungan ditingkat lokal. Hal itu menyebabkan air minum bagi 700 juta orang terkontaminasi akibat pencemaran sampah manusia dan hewan, serta berpengaruh pada kualitas air minum bagi orang miskin yang menyebabkan 60.000 kematian prematur setiap tahun.
Korupsi dalam manajemen sumberdaya air menurunkan keberlanjutan pasokan air dan mendorong tingginya ketidakmerataan pembagian air yang kemudian dapat menyulut konflik politik dan semakin memperburuknya degradasi ekosistem yang bersifat vital. ”Di Cina, misalnya, korupsi telah memperlemah penegakan undang-undang lingkungan hidup, menyebabkan 90 % daerah resapan air di kota-kota mengalami polusi dan menjadikan lebih dari 75 persen sungai kota tidak layak dipakai sebagai sumber air minum atau pun untuk perikanan.”
Korupsi dalam bidang tenaga air (hydropower) juga menggembungkan biaya bendungan dan proyek-proyek terkait. Korupsi juga membawa lebih banyak masalah bagi upaya pemukiman kembali karena telah menggerogoti dana dan gagasan kompensasi yang semula diperuntukkan untuk menolong orang yang tergusur. Dalam proyek relokasi pembangunan Dam Tiga Ngarai di Yichang, propinsi Hubei ditemukan penyimpangan sebesar 50 juta dollar AS.