BBM Subsidi Kudu Dapat Rekomendasi
- Penulis: Fitriyani Gunawan
- Editor: Redaksi
- Terbit: Kamis, 2 Mei 2013 08:09 WIB
KOTA– Meski belum dipastikan kapan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan diberlakukan pemerintah pusat, namun pemerintah Kabupaten Sumedang sepertinya sudah mulai siap-siap.
Salah satunya, dengan menyebarkan Surat Edaran (SE) yang ditandatangani Sekda Sumedang, H Zaenal Alimin, bernomor 541.11/1394/Eko, berkait pedoman penerbitan surat rekomendasi satuan kerja perangkat daerah untuk pembelian BBM jenis tertentu.
Dibeberapa SBPU mulai terpampang tulisan, jika untuk pembelian BBM menggunakan jerigen harus mendapat rekomendasi dari Disperindag. ”Memang betul seperti itu. Tapi rekomendasi itu tak hanya dari Disperindag saja. Perlu diluruskan mengenai adanya surat rekomendasi itu, karena ada aturan. Peraturan BPH Migas No 1 Tahun 2013, bahwa setiap pembelian BBM subsidi oleh masyarakat, baik itu masyarakat pelaku usaha maupun institusi. Seperti yayasan atau rumah sakit, harus melalui rekomendasi,” kata Komar, Kasubag Sarana Perekonomian pada Sekda Sumedang di kantornya, kemarin.
Beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang dapat memberikan rekomendasi untuk BBM subsidi itu, yakni Disperindag untuk usaha kecil perorangan, Dinas Koperasi dan UMKM untuk perusahaan berbadan hukum. Kemudian, Dinas Pertanian untuk alat mesin pertanian, Dinas Peternakan dan Perikanan untuk mesin-mesin perikanan yang menggerakan kincir, dimana ada kincir yang sumber penggeraknya itu dari solar atau bensin.
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja untuk yayasan, misalnya untuk penggunaan penerangan seperti genset. Dinas Kesehatan untuk Puskesmas dan Rumah Sakit Type C.
Sementara untuk Dinas Pertambangan dan Kehutanan, sebut Komar, ada aturan tersendiri, dimana jika luasan lahan hutan di atas 20 hektar tidak bisa menggunakan BBM bersubsidi.
”Makanya ada tufoksinya masing-masing. Masyarakat yang akan membeli BBM subsidi dapat meminta rekomendasi sesuai dengan kewenangan dan fungsi masing-masing UPTD terkait,” sebutnya.
Itu dilakukan, kata Komar, agar lebih tertib. Juga untuk memudahkan pemantauan. ”Tapi harus diingat, tidak serta merta semua yang mengajukan akan diberi rekomendasi. Setiap dinas/intansi harus punya database, kemudian dari database diverifikasi apakah layak atau tidak. Kalau tidak layak, kenapa harus diberi BBM subsidi. Jadi, hanya yang layak saja yang diberi itu,” jelasnya.
Surat edaran berkenaan dengan pembatasan BBM bersubsidi itu, tutur Komar, sudah berjalan. ”Alhamdulillah sudah berjalan, dari sisi monitoring dan pengawasan, tinggal kita bagaimana implementasinya, karena itu akan bergantung dengan adanya faktor-faktor lain. Seperti, ada kebijakan mau menaikan harga, akan ada kenaikan lagi, karena kita tidak tahu,” imbunya.
Ia menilai, jika dilihat dari struktur harga, memang BBM di Indonesia paling rendah di banding negara lain. Hanya, kata Komar, pemerintah pun harus bisa melihat kondisi negara lain dengan Indonesia. ”Di negara lain itu kemakmuran sudah cukup tinggi, tapi di kita kan dengan tingkat kemakmuran yang relatif rendah harus menjadi bahan pertimbangan. Kalau mau dipaksakan adanya kenaikan BBM, itu besarannya harus dianalisa lebih dalam, sehingga tidak terjadi penurunan daya beli di masyarakat terutama masyarakat berpenghasilan tetap, seperti PNS, buruh dan karyawan,” terang dia.
Disinggung apakah untuk BBM subsidi saat ini akan ada batasan, secara diplomatis ia mengatakan, hingga saat ini belum ada. ”Dulu itu, diperaturan menteri 8.000 liter per bulan maksimal, tapi sekarang tidak ada. Karena yang mengaturnya nanti badan pengatur Migas, sampai sekarang belum turun aturannya. Kalau aturan dulu memang ada, kalau sekarang tidak ada,” pungkasnya.(ign)