BAGAIMANA CARA MENENTUKAN ARAH KIBLAT YANG MUDAH DAN BENAR ?
- Penulis: Fitriyani Gunawan
- Editor: Redaksi
- Terbit: Selasa, 25 Mei 2010 22:33 WIB
Kenangan indah yang tak terlupakan dengan Masjid Agung Sumedang, ketika pada waktu kecil “ngabuburit” di alun-alun dan buka puasa bersama di masjid.
Terakhir pada tahun 1993, ikut bersama-sama dengan calon jemaah haji kloter Sumedang melakukan manasik, pada waktu itu kondisi Masjid Agung rasanya masih belum direnovasi seperti sekarang ini.
Seiring dengan berjalannya waktu, kini Masjid Agung Sumedang sudah mengalami renovasi dan pengembangan yang lebih luas. Namun sekarang bila berkunjung ke dalam Masjid Agung tersebut rasanya ada sedikit perasaan janggal, karena konstruksi dan arsitektur bangunan Masjid itu ternyata tidak searah dengan Kiblat. Pertanyaannya tentu adalah sbb: “Apakah dulu waktu dibangunnya Masjid tersebut tidak diarahkan ke Kiblat atau tidak tahu cara mengarahkan Kiblat yang benar ?” Untuk itu sebelumnya marilah kita simak dulu tentang sejarah dari Masjid Agung Sumedang tersebut.
Sejarah Masjid Agung Sumedang
Masjid ini diperkirakan dibangun pertama kali tahun 1781-1828, pada masa pemerintahan Bupati Sumedang Pangeran Korner. Ketika masa pemerintahan pangeran Soeria Koesoemah Adinata dengan gelar Pangeran Sugih pada tahun 1836-1882 M masjid ini dipindahkan dari lokasi lama ke kampung Sukaraja ke lokasi baru dikampung baru diatas lahan wakaf dari R. Dewi Siti Aisyah. Pembangunan masjid di mulai tanggal 3 Juni 1850 M dan diselesaikan tahun 1854 M dengan Imam pertama Penghulu R.H. Muhammad Apandi. Pemugaran yang telah dilakukan antara lain diwali pada tahun 1913 M oleh pangeran Aria Soeriaatmadja dengan gelar Pangeran Mekah, kedua kalinya pada tahun 1962 M. Ketiga tahun 1982 da keempat tahun 2002 dan diresmika oleh Gubernur Jawa Barat pada tanggal 22 April 2003. Arsitektur masjid bercorak Cina, dengan jumlah tiang seluruhnya 166 buah, 20 buah jendela dengan ukuran tinggi 4 meter dan lebar 1,5 meter. Pada bagian depan terdapat ukiran kayu jati sebagai ornamen yang dibuat tahun 1850. Di masjid ini terdapat 3 buah bedug berukura panjang 3 meter dan diameter 0,6 meter. Menara azan utama berbentuk Limas disebut mamale dengan tinggi 35,5 meter. Mimbar terbuat dari kayu jati degan 4 tiang dan sudah berusia 120 tahun. Lokasi masjid ini berada di kelurahan Regol Wetan, kecamatan Sumedang Selatan, kabupaten Sumedang.
Bila dilihat dari sejarahnya berdirinya Masjid Agung Sumedang tersebut, arah Kibalatnya tidak pernah berubah, namun nampaknya baru-baru ini arah Kiblat tersebut digeserkan sehingga kini tidak lagi sejajar lagi dengan bangunan Masjid.
Pertanyaan selanjutnya adalah: “Apakah penggeseran arah Kiblat itu sudah benar adanya..?” untuk pertanaan ini, marilah kita sama-sama mengecek kembali arah Kiblat tersebut, dengan cara yang mudah dan benar, yaitu sbb:
Kasus semacam ini sangat dimungkinkan. Hanya saja yang perlu dipahami perbedaan hasil perhitungan tersebut karena beberapa faktor, diantaranya cara penentuan arah, peralatan yang digunakan, dan data geografis ka’bah. Data geografis ka’bah yang berkembang di masyarakat adalah sebagai berikut.
Data Geografis Ka’bah
No | Sumber Data | Lintang | Bujur |
1 | Atlas PR Bos 38 | 21º 31´ LU | 39º 58´ BT |
2 | Mohammad Ilyas | 21º LU | 40º BT |
3 | Saadoe’ddin Djambek (1) | 21º 20´ LU | 39º 50´ BT |
4 | Saadoe’ddin Djambek (2) | 21º 25´ LU | 39º 50´ BT |
5 | Nabhan Masputra | 21º 25´ 14,7 LU | 39º 49´ 40″ BT |
6 | Ma’shum bin Ali | 21º 50´ LU | 40º 13´ BT |
7 | Google Earth | 21º 25´ 21,2 LU | 39º 49´ 34″ BT |
8 | Monzur Ahmed | 21º 25´ 18 LU | 39º 49´ 30″ BT |
9 | Ali Alhadad | 21º 25´ 23,2 LU | 39º 49´ 38″ BT |
10 | Gerhard Kaufmann | 21º 25´ 21,4 LU | 39º 49´ 34″ BT |
11 | S. Kamal Abdali | 21º 25´ 24 LU | 39º 49´ 24″ BT |
12 | Muhammad Basil at-Ta’i | 21º 26´ LU | 39º 49´ BT |
13 | Mohammad Odeh | 21º 25´ 22 LU | 39º 49´ 31″ BT |
Faktor lain yang tak kalah penting adalah “tidak adanya berita acara penentuan arah kiblat”. Sehingga tidak dapat dikomparasikan antara proses pengukuran terdahulu dengan sekarang.
RASDUL QIBLAH adalah solusinya.
Kesempatan yang sangat tepat untuk mengetahui secara persis arah kiblat adalah saat posisi matahari berada tepat di atas ka’bah (Rasdul Qiblah). Posisi matahari tepat berada di atas Ka’bah akan terjadi ketika lintang Ka’bah sama dengan deklinasi matahari, pada saat itu matahari berkulminasi tepat di atas Ka’bah. Dengan demikian arah jatuhnya bayangan benda yang terkena cahaya matahari itu adalah arah kiblat.
Dalam 1000 tahun terakhir, sejumlah matematikawan dan astronom Muslim seperti Biruni telah melakukan perhitungan yang tepat untuk menentukan arah kiblat dari berbagai tempat di dunia. Seluruhnya setuju bahwa setiap tahun ada dua hari dimana Matahari berada tepat di atas Ka’bah, dan arah bayangan matahari dimanapun di dunia pasti mengarah ke Kiblat. Peristiwa tersebut terjadi setiap tanggal 28 Mei pukul 9.18 GMT atau pukul 11.57 LMT (Waktu Mekah) dikonversi menjadi waktu Indonesia Bagian Barat (WIB) maka harus ditambah dengan 4 jam 21 menit sama dengan pukul (16.18 WIB ) dan 16 Juli jam 9.27 GMT atau pukul 12.06 LMT (16.27 WIB) untuk tahun biasa. Sedang kalau tahun kabisat, tanggal tersebut dimajukan satu hari, dengan jam yang sama.
Penentuan arah kiblat menggunakan bayangan matahari ini merupakan cara yang paling sederhana dan bebas hambatan. Penentuan dengan kompas masih bisa diganggu oleh pengaruh medan magnet. Dengan demikian arah mata angin yang ditetapkan berdasar jarum kompas, belum tentu menentukan arah yang sebenarnya.
Nah.., dari penjelasan tersebut di atas, dapat mudah dipahami dan dilakukan pengecekan oleh siapa pun baik untuk rumah maupun di masjid-masjid lainnya di seluruh Indonesia, dengan cara sbb:
Pada saat nanti bertepatan tanggal 28 Mei 2010, pada jam 16.18 WIB atau pada tanggal 16 Juli 2010 jam 16.27 WIB, berdirikanlah sebatang galah setinggi 2-3 m, ditempat yang tersinari oleh Matahari. Pada jam tersebut itulah arah bayangan dari galah adalah merupakan arah Kiblat yang benar.
Untuk supaya tidak lupa, arah bayangan pada jam tersebut di atas, segera ditarik garis dengan menggunakan benang / tali yang diikatkan pada bagian bawah yang menempel ke tanah (seperti gmb).
Sejajar dengan garis itulah maka nantinya yang akan dijadikan pedoman arah Kiblat tsb. Untuk pengecekan arah Kiblat di Masjid Agung Sumedang, rencananya dari team “Yayasan Sumedang Makalangan” akan bersama-sama melakukan “cross-check” dengan DKM dan MUI Kab.Sumedang pada waktu tersebut di atas, guna menepis kekhawatiran Umat terhadap arah Kiblat tersebut.
Pedoman tersebut di atas, sesuai dengan sumber / reference dari : Prof. Dr. H. Susiknan Azhari, M.A. Direktur Pusat Studi Falak Muhammadiyah dan Guru Besar Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta serta Wikipedia-Indonesia.
Wa Allahu a’lam bi as-Sawab…!
Salam Sono ti Urang Wado (Ir.H.Surahman,M.Tech,M.Eng.MBA)