KOTA, SUMEDANGONLINE — Wakil Bupati Sumedang Erwan Setiawan memimpin Rapat Pembahasan Penataan Kawasan Wisata Cisoka Desa Citengah Kecamatan Sumedang Selatan di Ruang Rapat Kareumbi Setda Kabupaten Sumedang, Senin 19 Oktober 2020.
Rapat ini, terkait banyaknya bangunan liar yang berdiri dan dinilai telah merusak sumedangonline.com/tag/kebun-teh-margawindu/”>Kebun Teh Margawindu. Dan hasil rapat itu, diputuskan untuk dibuat surat perintah pembongkaran bangunan liar oleh setiap pendirinya, dalam batas waktu enam hari atau hingga Minggu 25 Oktober 2020.
“Kalau masih belum dibongkar juga, hari Senin (26/10) kami akan rapat kembali dan Selasa (27/10) akan kita bongkar. Itu ada 40 bangunan seperti vila ataupun tempat istirahat. 41 tempat selfie dan 24 warung-warung,” kata Wakil Bupati Sumedang, Erwan Setiawan disela rapat yang dihadiri juga Kadisbudparpora, Kadis Perkim, Satpol PP, Plt Kadis Perizinan, Kabag Tapem Setda Sumedang, Sekdis LHK, Forkopincam Sumedang Selatan serta kepala Desa Citengah.
“Namun untuk warung-warung untuk perekonomian di sana dan tempat selfie, kita berikan kesempatan mereka sampai ada kekuatan hukum jelas. Karena kita juga sedang mengusulkan ke pemerintah pusat untuk HPL-nya ya. Tapi untuk bangunan tidak ada tawar-menawar, karena banyak kebun teh yang dibabad. Kita akan kembalikan fungsinya kebun teh itu,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Desa Citengah Otang Sumarna mengatakan, permasalahan itu terjadi karena adanya pengrusakan sumedangonline.com/tag/kebun-teh-margawindu/”>Kebun Teh Margawindu yang dipergunakan kepentingan pribadi. Dari hasil koordinasinya, kawasan itu memang boleh ditata, namun tidak sampai mengalihfungsikannya seperti sekarang ini.
“Karena itu peruntukannya sebagai kebuh teh. Dan hasil rapat dengan pak wabup saya sangat setuju sekali. Tapi bukan berarti kita iri sama yang punya duit terus membangun. Paling tidak, tidak menghargai pemerintah daerah, itu tanah negara kemudian diperjual belikan dengan harga fantastis. Padahal satu patok itu 20 bata, paling dulu Rp 100 ribu, sekarang Rp 5 juta sampai Rp 10 juta bahkan Rp 12 juta,” katanya.
Menurut kades, bangunan liar itu kebanyakan merupakan orang luar daerah Sumedang. Seperti dari Bogor, membangunnya sampai menggunakan alat berat.
“Dia pernah menelepon saya ingin ketemu, ya kata saya ketemu di desa. Cuma ditunggu sampai sekarang sudah satu bulan tidak datang,” tuturnya.
“Tadi juga disampaikan dari Satpol PP, pak wabup, dari perkim dari PU, tidak ada izin. Ke desa pun tidak pernah. Tahu-tahu desa sekarang katempuhan (tanggungjawab),” tambahnya.
Saat ini, pihaknya akan mendata kembali secara keseluruhan bangunan liar itu. Termasuk untuk melarang adanya pembangunan yang baru.
“Yang lama pun, setelah PSBB itu harus sudah dibongkar. Sesuai perintah dari pak wabup sendiri. Itu ada tempat selfie, ada vila, ada camping ground, banyak sekali,” tukasnya. ***