DARMARAJA – Geram dengan aksi oknum wartawan yang selalu melakukan aksi pemerasan, sejumlah pertanyaan dalam sesi tanya jawab Ruang Belajar Masyarakat (RBM) di Kecamatan Darmaraja, yang merupakan implementasi lanjutan dari pelatihan RBM Media Masa tingkat kabupaten Sumedang, di Balai Desa Jatibungur, Kecamatan Darmaraja, Rabu (20/07) kemarin. “Bagaimana cara menghadapi wartawan bodrek atau wartawan odong-odong, karena mereka selalu meresahkan para kepala Desa atau Sekolah, kalau belum dikasih ‘amplop’ mereka tidak mau pergi,” tanyanya. Menanggapi pertanyaan tersebut, Igun Gunawan, sebagai salasatu bagian dari RBM bidang Media Massa Kecamatan Darmaraja sekaligus narasumber dalam pelatihan tersebut mengungkapkan,”jika nara sumber itu tidak mempunyai masalah, kenapa harus takut dengan oknum wartawan,” paparnya. Lebih lanjut ia mengutip pernyataan seniornya saat pelatihan di BLK, yang menyebutkan, oknum-oknum wartawan tersebut kebanyakan sudah mempunyai kartu As terhadap narasumber yang menjadi target, namun prilaku oknum wartawan tersebut, lanjutnya, justru berimbas pada wartawan-wartawan lainnya yang benar-benar datang ke sumber tersebut untuk mencari informasi. “Saya pernah, ketika akan membuat profil seorang ibu kepala Desa, dia justru enggan, malah terang-terangan dia tidak punya uang, padahal saya ke sana itu untuk wawancara. Meski pun tidak dipungkiri kita juga butuh uang, tetapi kalau mengemis sampai meminta, perasaan seperti menggandaikan profesi kita,” paparnya dihadapan perwakilan 16 belas Desa dari Karangtaruna dan Kepala Dusun se-Kecamatan Darmaraja. Senada dengan itu, mantan kepala Desa sekaligus mantan wartawan, Eman, membenarkan jika prilaku wartawan bodong tersebut telah banyak meresahkan narasumber. Sebelumnya, pada pelatihan Media Massa di BLK Rancamulya 14 Juli lalu, pertanyaan senada mencuat bahkan menurut salahseorang penanya dalam sesi tanya jawab yang dihadiri Zeni “Bima” Mulyaman, dan Helmi Zein itu, terungkap sekira 700 wartawan bodong diketahui menghadiri salahsatu acara di Dayeuh luhur. Menyikapi hal tersebut ketua PWI Sumedang, Helmi Zein, saat itu mengatakan, jika menemukan oknum wartawan yang melakukan pemerasan segera untuk melaporkan ke kepolisian.”Telah banyak wartawan yang masuk ke Pidana karena hal tersebut, maka jika ada pemeresan, laporkan, nara sumber harus berani juga untuk menolak permintaanya,” paparnya. Disisi lain penulis ‘senior’ lepas, Iwan S Kuntjoro, memberikan solusi, agar para wartawan  mendapatkan dana tambahan hingga tidak melakukan hal tidak terpuji dengan ‘meminta’ ke narasumber, salahsatu solusi yang dia tawarkan  dengan membuat tulisan-tulisan yang bermutu dan dikirim ke media nasional. “Satu tulisan itu dihargai Rp 300 ribu, jika dalam satu bulan minimalnya setiap minggu terbit satu kali tulisan kita, berarti dalam satu bulan sudah nangkring Rp 1,2 juta. Jadi wartawan pun, tidak hanya siap miskin tapi siap kaya juga,” ungkapnya.(igun gunawan)/SUMEDANG ONLINE

Laporkan Saja Wartawan Pemeras

DARMARAJA – Geram dengan aksi oknum wartawan yang selalu melakukan aksi pemerasan, sejumlah pertanyaan dalam sesi tanya jawab Ruang Belajar Masyarakat (RBM) di Kecamatan Darmaraja, yang merupakan implementasi lanjutan dari pelatihan RBM Media Masa tingkat kabupaten Sumedang, di Balai Desa Jatibungur, Kecamatan Darmaraja, Rabu (20/07) kemarin.

“Bagaimana cara menghadapi wartawan bodrek atau wartawan odong-odong, karena mereka selalu meresahkan para kepala Desa atau Sekolah, kalau belum dikasih ‘amplop’ mereka tidak mau pergi,” tanyanya.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Igun Gunawan, sebagai salasatu bagian dari RBM bidang Media Massa Kecamatan Darmaraja sekaligus narasumber dalam pelatihan tersebut mengungkapkan,”jika nara sumber itu tidak mempunyai masalah, kenapa harus takut dengan oknum wartawan,” paparnya.

Lebih lanjut ia mengutip pernyataan seniornya saat pelatihan di BLK, yang menyebutkan, oknum-oknum wartawan tersebut kebanyakan sudah mempunyai kartu As terhadap narasumber yang menjadi target, namun prilaku oknum wartawan tersebut, lanjutnya, justru berimbas pada wartawan-wartawan lainnya yang benar-benar datang ke sumber tersebut untuk mencari informasi.

“Saya pernah, ketika akan membuat profil seorang ibu kepala Desa, dia justru enggan, malah terang-terangan dia tidak punya uang, padahal saya ke sana itu untuk wawancara. Meski pun tidak dipungkiri kita juga butuh uang, tetapi kalau mengemis sampai meminta, perasaan seperti menggandaikan profesi kita,” paparnya dihadapan perwakilan 16 belas Desa dari Karangtaruna dan Kepala Dusun se-Kecamatan Darmaraja.

Senada dengan itu, mantan kepala Desa sekaligus mantan wartawan, Eman, membenarkan jika prilaku wartawan bodong tersebut telah banyak meresahkan narasumber.

Sebelumnya, pada pelatihan Media Massa di BLK Rancamulya 14 Juli lalu, pertanyaan senada mencuat bahkan menurut salahseorang penanya dalam sesi tanya jawab yang dihadiri Zeni “Bima” Mulyaman, dan Helmi Zein itu, terungkap sekira 700 wartawan bodong diketahui menghadiri salahsatu acara di Dayeuh luhur.

Menyikapi hal tersebut ketua PWI Sumedang, Helmi Zein, saat itu mengatakan, jika menemukan oknum wartawan yang melakukan pemerasan segera untuk melaporkan ke kepolisian.”Telah banyak wartawan yang masuk ke Pidana karena hal tersebut, maka jika ada pemeresan, laporkan, nara sumber harus berani juga untuk menolak permintaanya,” paparnya.

Disisi lain penulis ‘senior’ lepas, Iwan S Kuntjoro, memberikan solusi, agar para wartawan  mendapatkan dana tambahan hingga tidak melakukan hal tidak terpuji dengan ‘meminta’ ke narasumber, salahsatu solusi yang dia tawarkan  dengan membuat tulisan-tulisan yang bermutu dan dikirim ke media nasional.

“Satu tulisan itu dihargai Rp 300 ribu, jika dalam satu bulan minimalnya setiap minggu terbit satu kali tulisan kita, berarti dalam satu bulan sudah nangkring Rp 1,2 juta. Jadi wartawan pun, tidak hanya siap miskin tapi siap kaya juga,” ungkapnya.(igun gunawan)