POLEMIK, PERUBAHAN PERDES KIRISIK
- Penulis: Fitriyani Gunawan
- Editor: Redaksi
- Terbit: Rabu, 7 Mar 2012 08:28 WIB
JATINUNGGAL – Perubahan Peraturan Desa (Perdes) tentang bakal calon Kepala Desa di Desa Kirisik, Kecamatan Jatinunggal, terutama pada bagian masa domisili calon kades, dihujani protes sejumlah warga, akibatnya saat ini ada dua kubu yang pro dan kontra.
Pemilihan Kepala Desa Kirisik sendiri akan berlangsung 21 April mendatang, dengan dua orang kandidat yang sudah menyatakan siap mencalonkan jadi orang nomor satu di Kirisik. Yakni, Dedi Asmara, yang merupakan warga asli Kirisik dan tinggal di Kirisik, sementara satu balon lainnya, Apan, semula warga kirisik namun telah lama menetap di Majalengka, dan kembali menjadi warga kirisik namun belum genap 2 tahun.
Kepada Sumeks Ketua transisi Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Udin, mengatakan, pihaknya sudah melakukan audensi dengan Komisi A Sumedang terkait hal itu, namun dari hasil audensi tersebut Komisi A justu terkesan melegalkan dengan beralasan berpatokan pada PP 72 tahun 2005, sementara pihak yang kontra menilai perubahan Perdes tersebut berbenturan dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2006.
“Hasil audiensi dengan Dewan dari Komisi A DPRD Sumedang, kami estenbling artinya dengan DPRD Kabupaten Sumedang Komisi A, kita membela Perda Nomor 11 tahun 2006, di sana digariskan bakal calon kepala desa harus berdomisili dua tahun berturut-turut dan dibuktikan dengan KTP,” papar Udin Ketua BPD transisi Desa Kirisik melalui selulernya, Sabtu (3/3).
Anggota Komisi A DPRD Sumedang, Atang Setiawan, membenarkan jika ada masyarakat Desa Kirisik yang melakukan audensi dengan pihaknya, Atang mengatakan, permasalahan mendasar pada proses penjaringan Pilkades Kirisik hanya pada bagian domisili bakal calon.
“Itu sebenarnya yang dibuktikan dengan domisili dua tahun itu dekresi daerah, di PP 72-nya itu tidak ada batasan dua tahun, sementara dekresi daerah dibuktikan dengan KTP dan tinggal sekurang-kurangnya dua tahun. Yang kata dua tahun itu adalah deskresi daerah, kalau digedukan dengan PP, itu pageduk dengan PP, karena kalau di PP-nya tidak diatur masalah dua tahun, kalau di-PP-nya, menyebutkan, warga desa setempat yang dibuktikan dengan KTP titik, tidak ada embel-embel dua tahun dan sebagainya,” ujar Atang dihubungi Sumeks melalui seluler pribadinya.
Lebih lanjut ia mengatakan, akibat kejadian tersebut, seolah-olah masyarakat di Desa Kirisik, Kecamatan Jatinunggal terpecah, antara yang Pro dan kontra perubahan Perdes tersebut. “Kita akhirnya mengambil garis tengah, tetapi tidak ada aturan yang ditabrak, kalau dipandang Perda ini secara hirarkis bertentangan dengan PP, ambil PP. Kalau di PP-kan tidak ada yang namanya dua tahun itu, hanya dibuktikan dengan KTP, ambilah PP,” lanjutnya.
Dikatakannya, kalau pun nantinya ada gugatan dari pihak yang tidak setuju atas keputusan itu, ataus masuknya calon kepala desa yang berdomisili kurang dari dua tahun, sandaran hukumnya, menurut Atang telah jelas mengacu pada PP 72 tahun 2005.
“Karena kan secara hirarkis peraturan perundang-undangan, UUD, UU, PP baru ke bawahnya ada Perda, kemudian ke bawahnya lagi ada Perdes, satu sama lain kan tidak boleh bertentangan, kalau Perda dianggap terlalu rigid atau terlalu beresiko, ambil yang lebih tinggi PP, jadi ada dasar hukumnya,” ungkapnya.
Menanggapi polemik terutama berkaitan dengan pernyataan dari Komisi A yang seakan-akan melegalkan perubahan perdes tersebut, Direktur LSM Instan Ifan Yudhi Wibowo, mengatakan lebih condong aturan adanya perubahan Perdes yang dilakukan BPD dan Panitia Pilkades, hanya upaya untuk meloloskan bakal calon yang bukan merupakan warga setempat, meskipun ia merupakan putra daerah.
“Kalu yang dimaksud Komisi A itu, PP 72 Tahun 2005 pasal mana yg memiliki ruang untuk merubah aturan itu. Sementara dalam Pasal 44 disebutkan calon Kepala Desa adalah penduduk desa, warga Negara yang memenuhi persyaratan. Dalam Perda 11 Tahun 2006 pasal 7 huruf G secara jelas dikatakan bahwa calon Kepala Desa adalah terdaftar sebagai penduduk desa setempat yang dibuktikan dengan KTP dan berdomisili sekurang-kuran-nya dua tahun sejak pendaftaran bakal calon, jadi Peraturan tersebut sama sekali tidak bisa dirubah oleh BPD dan Panitia Pilkades,” tandasnya.
Bahkan Ifan, menyarankan untuk menyikapi permasalahan tersebut pemerintah dapat mengundang pakar hukum. “Coba saja undang pakar hukum di manapun bakal menyatakan definisi hukum itu sifatnya memaksa pada siapa pun yg diatur,”ungkapnya.(ign)