Pekanbaru, 24/5/2010 (Kominfo-Newsroom) – Lembaga penyiaran publiklokal adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum,didirikan oleh pemerintah daerahdengan persetujuan Dewan PerwakilanRakyat Daerah (DPRD) atas usulan masyarakat. Penjelasan itu dikemukakan Direktur Izin Usaha Penyiaran, DitjenSKDI Kementerian Kominfo IGN Wirajana dalam makalah Prosedur danStandaridisasi Izin Konten Siaran Radio pada acara sarasehan MediaPertunjukan Rakyat, Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) dan ForumRadio Komunitas di Hotel Jatra, Pekanbaru, Senin (24/5). Sesuai UU No 32/2002 pasal 33 ayat (1) disebutkan, sebelummenyelenggarakan kegiatannya, lembaga penyiaran wajib memperolehizin penyelenggaraan penyiaran, katanya. Menurutnya, lembaga penyiaran yang tidak mempunyai izin(illegal) akan diberikan sanksi yang cukup berat, sesuai UU 32/2002tentang Penyiaran, yaitu bagi lembaga penyiaran radio diberikansanksi Rp 500 juta dan lembaga penyiaran televisi Rp 5 miliar sertapidana penjara dua tahun. Ia menambahkan, syarat pendirian lembaga penyiaran publik lokaladalah belum adanya penyiaran RRI atau TVRI di daerah tersebut,tersedianya alokasi frekuensi, adanya SDM yang profesional, danpenyelenggaraan operasional siaran yang berkesinambungan. Sementara itu pada kesempatan sama anggota KPI Pusat MochamadRiyanto dalam makalahnya Peran KPI dalam Pengawasan Konten SiaranRadio mengatakan, sejak tahun 1998 siaran radio di Indonesiamengalami modernisasi dan penguatan peran sosial politik yangsignifikan. Hal itu terjadi karena dipengaruhi faktor perubahan regulasi,situasi ekonomi dan politik nasional baik lokal, otonomi daerah danteknologi siaran dari analog terestrial ke digital, internet,satelit dan seluler, katanya. Implikasinya, katanya, sistem siaran lebih terbuka dan variatif,karakteristik isi siaran lebih menggigit, interaktif danberorientasi pada kepentingan publik. Selain itu, isi siaran juga tidak lagi monoton karena berisilagu-lagu dan informasi rutin pemerintah, serta SDM yang lebih baikmenjadikan mereka leluasa mengembangkan ide keterampilannya.Pelayanan siaran juga lebih professional dengan audio yang lebihjernih, lebih dekat, dandengan jangkauan layanan yang lebihluas. Tidak kalah pentingnya adalah karya siaran radio dan televisitersebut didokumentasikan, katanya. Sedangkan Fran Lingga dari Radio Gress FM Pekanbaru mengatakan,radio secara umum memiliki fungsi sebagai media hiburan, alatpenyebar informasi dan juga berperan sebagai kontrol politik daripenguasa ataupun oleh masyarakat. Pada awalnya, kemunculan radio di Indonesia pada masa penjajahanJepang dan Belanda lebih banyak berfungsi sebagai alat propaganda,katanya. Ia mengatakan juga bahwa media radio juga memiliki etikajurnalistik radio dalam menyampaikan informasi kepadamasyarakat. Secara umum etika jurnalistik radio dalam menginformasikansesuatu kepada masyarakat harus etis, konsisten pada prinsipberimbang, serta objektif, katanya. (Az/ysoel) (depkominfo.go.id)/SUMEDANG ONLINE

RADIO PUBLIK LOKAL WAJIB BERIJIN

Pekanbaru, 24/5/2010 (Kominfo-Newsroom) – Lembaga penyiaran publiklokal adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum,didirikan oleh pemerintah daerahdengan persetujuan Dewan PerwakilanRakyat Daerah (DPRD) atas usulan masyarakat.

Penjelasan itu dikemukakan Direktur Izin Usaha Penyiaran, DitjenSKDI Kementerian Kominfo IGN Wirajana dalam makalah Prosedur danStandaridisasi Izin Konten Siaran Radio pada acara sarasehan MediaPertunjukan Rakyat, Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) dan ForumRadio Komunitas di Hotel Jatra, Pekanbaru, Senin (24/5).

Sesuai UU No 32/2002 pasal 33 ayat (1) disebutkan, sebelummenyelenggarakan kegiatannya, lembaga penyiaran wajib memperolehizin penyelenggaraan penyiaran, katanya.

Menurutnya, lembaga penyiaran yang tidak mempunyai izin(illegal) akan diberikan sanksi yang cukup berat, sesuai UU 32/2002tentang Penyiaran, yaitu bagi lembaga penyiaran radio diberikansanksi Rp 500 juta dan lembaga penyiaran televisi Rp 5 miliar sertapidana penjara dua tahun.

Ia menambahkan, syarat pendirian lembaga penyiaran publik lokaladalah belum adanya penyiaran RRI atau TVRI di daerah tersebut,tersedianya alokasi frekuensi, adanya SDM yang profesional, danpenyelenggaraan operasional siaran yang berkesinambungan.

Sementara itu pada kesempatan sama anggota KPI Pusat MochamadRiyanto dalam makalahnya Peran KPI dalam Pengawasan Konten SiaranRadio mengatakan, sejak tahun 1998 siaran radio di Indonesiamengalami modernisasi dan penguatan peran sosial politik yangsignifikan.

Hal itu terjadi karena dipengaruhi faktor perubahan regulasi,situasi ekonomi dan politik nasional baik lokal, otonomi daerah danteknologi siaran dari analog terestrial ke digital, internet,satelit dan seluler, katanya.

Implikasinya, katanya, sistem siaran lebih terbuka dan variatif,karakteristik isi siaran lebih menggigit, interaktif danberorientasi pada kepentingan publik.

Selain itu, isi siaran juga tidak lagi monoton karena berisilagu-lagu dan informasi rutin pemerintah, serta SDM yang lebih baikmenjadikan mereka leluasa mengembangkan ide keterampilannya.Pelayanan siaran juga lebih professional dengan audio yang lebihjernih, lebih dekat, dandengan jangkauan layanan yang lebihluas.

Tidak kalah pentingnya adalah karya siaran radio dan televisitersebut didokumentasikan, katanya.

Sedangkan Fran Lingga dari Radio Gress FM Pekanbaru mengatakan,radio secara umum memiliki fungsi sebagai media hiburan, alatpenyebar informasi dan juga berperan sebagai kontrol politik daripenguasa ataupun oleh masyarakat.

Pada awalnya, kemunculan radio di Indonesia pada masa penjajahanJepang dan Belanda lebih banyak berfungsi sebagai alat propaganda,katanya.

Ia mengatakan juga bahwa media radio juga memiliki etikajurnalistik radio dalam menyampaikan informasi kepadamasyarakat.

Secara umum etika jurnalistik radio dalam menginformasikansesuatu kepada masyarakat harus etis, konsisten pada prinsipberimbang, serta objektif, katanya. (Az/ysoel) (depkominfo.go.id)