• 18ºC, Sumedang
  • Saptu, 21 Sep 2024 | 17 Rabiul Awwal 1446 H
Karya : Fitriyani Gunawan

SumedangOnline - SENIN. Prabu Gajah Agung--Sebanyak 147 pohon perindang kota di Jln. Prabu Gajah Agung dan sekitarnya ditebang petugas Badan Lingkungan Hidup. Penebangan pohon mahoni dan pohon flamboyan ini mengundang pertanyaan dari kalangan masyarakat. "Kami tidak mengerti, mengapa pohon perindang ditebang. Apalagi dalam pelaksanaannya, petugas menebang pohon sampai pangkalnya, seperti yang dilakukan pada pohon flamboyan dekat perempatan Bojong," kata Sujana (52)m warga setempat kepada "GM", Senin (19/4). Kepala Badan Lingkungan Hidup Kab. Sumedang, Drs. H. Suhara, M.Si. ketika dikonfirmasi menyangkal telah menebang pohon perindang kota. Menurutnya, tindakan yang sudah dilakukan terhadap pohon itu merupakan pemangkasan dahan. "Harus bisa membedakan antara penebangan dan pemangkasan," tandasnya. Disebutkan, berdasarkan laporan, sedikitnya 147 pohon perindang kota dahannya sudah dipangkas. Selain untuk mengantisipasi pohon tumbang dan dahan patah, yang dapat mengancam keselamatan pengguna jalan, hal tersebut juga dilakukan sebagai upaya untuk menata pohon perindang sehingga terlihat cantik. "Setelah dipangkas, dahan dan cabang rantingnya yang tumbuh akan canti dan enak dipandang," ujarnya. H. Suhara menyebutkan, pihaknya telah memprogramkan untuk membuat kawasan hijau di sepanjang jalan protokol. Untuk itu pihaknya berkoordinasi dengan sejumlah institusi terkait, termasuk swasta. (B.108/klik-galamedia.com)**/SUMEDANG ONLINE

SumedangOnline - SENIN. Prabu Gajah Agung--Sebanyak 147 pohon perindang kota di Jln. Prabu Gajah Agung dan sekitarnya ditebang petugas Badan Lingkungan Hidup. Penebangan pohon mahoni dan pohon flamboyan ini mengundang ...


[caption id="attachment_1654" align="alignleft" width="208" caption="Ilustrasi. Photo : Google.com"][/caption] Sumedangonline - SELASA. Ujungjaya--Kepolisian Sektor Ujungjaya, Senin (19/Apr) berhasil membongkar sindikat pembuatan uang palsu, di Dusun Cikeukeleu Desa Sakur Jaya Kecamatan Ujung Jaya Kabupaten Sumedang. Rumah milik D (42) dan SH (39), pasangan suami istri tersebut mendadak menjadi perhatian warga sekitar, pasalnya dari rumah tersebut Polsek Ujungjaya berhasil menyita Uang Palsu 27jt, dalam nominal 50rb-an. Menurut Keterangan Kanit Reskrim Aiptu Sunarto di Polsek Ujungjaya, kualitas kertas dan pita pengaman uang palsu tersebut nyaris sama dengan uang asli, jika tidak teliti, maka tidak akan terlihat sebagai uang palsu, jelas Aiptu Sunarto kepada wartawan. Penggerebegan pembuatan uang palsu tersebut bermula dari Laporan Kepala Desa Sakurjaya, yang mendapat laporan dari warganya seorang pemilik warung. Setelah mendapat laporan tersebut polisi langsung menggerebeg, rumah D dan SH, dari penggerebagan tersebut polisi berhasil menyita uang palsu 27jt. AKP Sabar Adi Wikarta, Kapolsek Ujungjaya, mengatakan bahwa otak pelaku pembuatan Uang Palsu tersebut saat penggerebegan kabur. Dari Pengakuan para tersangka mereka baru satu bulan memproduksi uang palsu, dan rencananya akan diedarkan di Bandung. "Rencananya mereka akang mengedarkan uang palsu 50rb-an ini di daerah Bandung, dan sumedang"Ujar Kapolsek Ujungjaya sementara itu dari pengakuan SH, ia mengaku tidak mengetahui semua nama alat yang berada dirumahnya, karena yang mengoperasikannya adalah E, salahsatu kenalan D dari Bandung. yang baru tinggal di rumahnya selama 1 bulan dirumahnya./SUMEDANG ONLINE

[caption id="attachment_1654" align="alignleft" width="208" caption="Ilustrasi. Photo : Google.com"][/caption] Sumedangonline - SELASA. Ujungjaya--Kepolisian Sektor Ujungjaya, Senin (19/Apr) berhasil membongkar sindikat pembuatan uang palsu, di Dusun Cikeukeleu Desa Sakur Jaya Kecamatan Ujung ...


sumedangonline - Senin. (KOTA) -- Lagi aksi penjambretan di kawasan Polres Sumedang terjadi kali ini menimpa ketua RW 04 Panyingkiran Kelurahan Situ Kecamatan Sumedang Utara. Adalah Tita Suprapti (45) yang pada saat kejadian sedang mengendarai sepeda motor dan membonceng bibinya Ny. Omih (67) yang akan bersilaturahmi ke Singaparna, ketika mereka melintas dekat Mapolres Sumedang sekira pukul 11.00 WIB, tiba - tiba dari arah samping kanannya, dua orang pengendara motor dengan cepat menjabret tas yang di dalamnya berisi uang tunai senilai Rp 2,5 juta, surat - surat berharga serta telpon genggam. "Mereka menggunakan Helm"Ujarnya saat melapor diSentra Pelayanan Kepolisian Polres Sumedang, sehingga baik tita maupun bibinya tidak dapat mengenali wajah para jambret tersebut./SUMEDANG ONLINE

sumedangonline - Senin. (KOTA) -- Lagi aksi penjambretan di kawasan Polres Sumedang terjadi kali ini menimpa ketua RW 04 Panyingkiran Kelurahan Situ Kecamatan Sumedang Utara. Adalah Tita Suprapti (45) yang ...


[caption id="attachment_1594" align="alignleft" width="223" caption="Anggota Polres dan Kodim 0610 Sumedang Mengecat Alun - alun Sumedang"][/caption] sumedangonline - Kota (19/April)--Bupati Sumedang Don Murdono melihat lokasi Alun - alun Sumedang yang ditumbuhi dengan rumput liar yang tidak beraturan kontan marah, itulah salah satu yang diapresiasikan bapak Engkus (55) Pengelola Taman alun - alun Sumedang kepada sumedangonline, senin (19/04). Hal senada dibenarkan oleh salahseorang anggota Kodim 0610 Sumedang, yang langsung pimpinannya mengintruksi untuk membersihkan dengan segera alun - alun Sumedang dari banyak nya rumput - rumput liar yang tumbuh tidak beraturan, sehingga membuat sareukseuk mata. Selain membabat rumput, Kodim 0610 yang dibantu oleh satuan Polres Sumedang juga memutihkan alun - alun Sumedang. Pagar sekeliling Taman alun - alun yang catnya mulai kusam, kini mulai di-'segarkan' kembali. Pengelola taman alun - alun menampik dirinya tidak mengurus alun - alun Sumedang dengan benar, menurut Engkus; pihaknya merasa kekurangan personil. "Yang mengurus alun - alun sumedang itu 3 orang, sementara harus mengurusi seluruh luas alun - alun" Keluh Engkus. Selain kurangnya personil Engkus yang sudah bekerja sejak tahun 2003, dan merupakan PNS tersebut menyebutkan sarana mesin pemotong rumput yang diberikan Pemda hanya 1 buah dengan tahun pembelian 2003. "Kami hanya menginginkan Fasilitas yang memadai dari Pemda Sumedang, masa kami harus mengeluarkan modal kemudian kami yang mengerjakannya lagi"Ujarnya. Menanggapi sedang dibenahinya alun - alun Sumedang oleh Polres Sumedang dan Kodim 0610, Ima (22) salah seorang pengunjung alun - alun Sumedang asal Kecamatan Sumedang Selatan berharap alun - alun Sumedang dapat bersih dari sampah. "Hoyongna Bersih, Nyaman, teu seueur sampah (Inginnya Bersih, Nyaman dan tidak banyak sampah)"Harapannya.(SO1)/SUMEDANG ONLINE

[caption id="attachment_1594" align="alignleft" width="223" caption="Anggota Polres dan Kodim 0610 Sumedang Mengecat Alun - alun Sumedang"][/caption] sumedangonline - Kota (19/April)--Bupati Sumedang Don Murdono melihat lokasi Alun - alun Sumedang yang ditumbuhi ...


DPU - Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sumedang Eka Setiawan mengatakan, 50% jalan di Kabupaten Sumedang rusak berat.Dari 796 km ruas jalan yang ada,lebih dari 350 km dalam kondisi berlubang dan belum beraspal. Perbaikan dan perawatan jalan rusak tersebut membutuhkan anggaran Rp117 miliar.“Kami pernah mengajukan anggaran perbaikan dan perawatan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dalam APBD Kabupaten Sumedang 2010.Namun, yang terealisasi hanya 3% dari angka yang diajukan.Padahal bila dirata- ratakan, perbaikan jalan setiap kilometernya membutuhkan anggaran sebesar Rp500 juta,” terang Eka. Akibatnya,lanjut dia,Dinas PU kesulitan melakukan peningkatan kualitas ruas-ruas jalan di wilayahnya itu. “Dana yang cair untuk perbaikan, pemeliharaan, dan peningkatanjalanhanya Rp15miliar.Itupun tidak semuanya dari APBD Kabupaten Sumedang,sebagian dari APBD provinsi melalui DAK dan dari anggaran pusat.Untuk perbaikan secara total masih jauh,”tuturnya. Menurut Eka, dari anggaran sebesarRp15miliar, Rp7miliardiantaranya berasal dari APBD Kabupaten Sumedang.Pemprov Jabar sendiri telah menyalurkan anggaran sebesar Rp20 miliar ke Pemkab Sumedang, tetapi anggaran itu meru-pakan bantuan untuk berbagai sektor. Alokasi untuk pembangunan atau perbaikan ruas jalan hanya sebagian kecil. Padahaluntukpeningkatankualitas jalan dari Kecamatan Cibugel hingga perbatasan Kabupaten Garut, dibutuhkan sedikitnya Rp 3,85 miliar,kemudian untuk ruas jalan Cigarukgak di Kecamatan Buah Dua dibutuhkan Rp3,5 miliar. Peningkatan jalan yang dimaksud, menurut Eka,yaitu pengaspalan untukruas- ruasjalanyangsebelumnya belum pernah dilapisi aspal. “Sedangkan masih ada tiga ruas jalan lainnya yang membutuhkan peningkatan, dua ruas jalan butuh perbaikan dan tiga ruas jalan lainnya membutuhkan pemeliharaan secara periodik. Untuk ruas jalan di Kecamatan Cimalaka hingga Cipadung saja di-bu-tuhkan biaya sekurangnya Rp2 miliar, karena kondisinya sudah rusak berat yang,”papar Eka. Ruas jalan yang rusak itu, menurut Eka,rata-rata berjarak 4 kilometer seperti ruas Jalan Tanjungsari hingga Haurngombong, Jalan Cimalaka hingga Cipadung, dan Jalan Cisurat hingga Darmaraja. Toni Tonjaka, warga Kabupaten Sumedang, mengatakan bah-wa kerusakan jalan di Jalan Tanjungsari sudah sangat parah. Selain mengancam keselamatan pengendara, jalan rusak juga merusak kendaraan. “Saya berharap pemkab segera melakukan perbaikan jalan rusak di Sumedang. Jujur saja, kami bosan melalui jalan rusak,” keluhnya. (CR-6 / Seputar Indonesia)/SUMEDANG ONLINE

DPU - Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sumedang Eka Setiawan mengatakan, 50% jalan di Kabupaten Sumedang rusak berat.Dari 796 km ruas jalan yang ada,lebih dari 350 km dalam kondisi berlubang ...


Kerajaan Sumedang Larang adalah penerus kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran yang ada di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran berakhir di wilayah Pakuan, Bogor, karena serangan aliansi kerajaan-kerajaan Cirebon, Banten dan Demak (Jawa Tengah). Sejak itu, Sumedang Larang dianggap menjadi penerus Pajajaran dan menjadi kerajaan yang memiliki otonomi luas untuk menentukan nasibnya sendiri. Asal-mula nama Kerajaan Sumedang Larang berasal dari pecahan kerajaan Sunda-Galuh yang beragama Hindu, yang didirikan oleh Prabu Geusan Ulun Aji Putih atas perintah Prabu Suryadewata sebelum Keraton Galuh dipindahkan ke Pajajaran, Bogor. Seiring dengan perubahan zaman dan kepemimpinan, nama Sumedang mengalami beberapa perubahan. Yang pertama yaitu Kerajaan Tembong Agung (Tembong artinya nampak dan Agung artinya luhur, memperlihatkan ke Agungan Yang Maha Kuasa) dipimpin oleh Prabu Guru Aji Putih pada abad ke XII. Prabu Guru Aji Putih memiliki putra yang bernama Prabu Tajimalela dan kemudian pada masa zaman Prabu Tajimalela, diganti menjadi Himbar Buana, yang berarti menerangi alam, Prabu Tajimalela pernah berkata “Insun medal; Insun madangan”. Artinya Aku dilahirkan; Aku menerangi. Kata Sumedang diambil dari kata Insun Madangan yang berubah pengucapannya menjadi Sun Madang yang selanjutnya menjadi Sumedang. Ada juga yang berpendapat berasal dari kata Insun Medal yang berubah pengucapannya menjadi Sumedang dan Larang berarti sesuatu yang tidak ada tandingnya. Pemerintahan berdaulat Prabu Agung Resi Cakrabuana (950 M) Prabu Agung Resi Cakrabuana atau lebih dikenal Prabu Tajimalela dianggap sebagai pokok berdirinya Kerajaan Sumedang. Pada awal berdiri bernama Kerajaan Tembong Agung dengan ibukota di Leuwihideung (sekarang Kecamatan Darmaraja). Beliau punya tiga putra yaitu Prabu Lembu Agung, Prabu Gajah Agung, dan Sunan Geusan Ulun. Berdasarkan Layang Darmaraja, Prabu Tajimalela memberi perintah kepada kedua putranya (Prabu Lembu Agung dan Prabu Gajah Agung), yang satu menjadi raja dan yang lain menjadi wakilnya (patih). Tapi keduanya tidak bersedia menjadi raja. Oleh karena itu, Prabu Tajimalela memberi ujian kepada kedua putranya jika kalah harus menjadi raja. Kedua putranya diperintahkan pergi ke Gunung Nurmala (sekarang Gunung Sangkanjaya). Keduanya diberi perintah harus menjaga sebilah pedang dan kelapa muda (duwegan/degan). Tetapi, Prabu Gajah Agung karena sangat kehausan beliau membelah dan meminum air kelapa muda tersebut sehingga beliau dinyatakan kalah dan harus menjadi raja Kerajaan Sumedang Larang tetapi wilayah ibu kota harus mencari sendiri. Sedangkan Prabu Lembu Agung tetap di Leuwihideung, menjadi raja sementara yang biasa disebut juga Prabu Lembu Peteng Aji untuk sekedar memenuhi wasiat Prabu Tajimalela. Setelah itu Kerajaan Sumedang Larang diserahkan kepada Prabu Gajah Agung dan Prabu Lembu Agung menjadi resi. Prabu Lembu Agung dan pera keturunannya tetap berada di Darmaraja. Sedangkan Sunan Geusan Ulun dan keturunannya tersebar di Limbangan, Karawang, dan Brebes. Setelah Prabu Gajah Agung menjadi raja maka kerajaan dipindahkan ke Ciguling. Ia dimakamkan di Cicanting Kecamatan Darmaraja. Ia mempunyai dua orang putra, pertama Ratu Istri Rajamantri, menikah dengan Prabu Siliwangi dan mengikuti suaminya pindah ke Pakuan Pajajaran. Kedua Sunan Guling, yang melanjutkan menjadi raja di Kerajaan Sumedang Larang. Setelah Sunan Guling meninggal kemudian dilanjutkan oleh putra tunggalnya yaitu Sunan Tuakan. Setelah itu kerajaan dipimpin oleh putrinya yaitu Nyi Mas Ratu Patuakan. Nyi Mas Ratu Patuakan mempunyai suami yaitu Sunan Corenda, putra Sunan Parung, cucu Prabu Siliwangi (Prabu Ratu Dewata). Nyi Mas Ratu Patuakan mempunyai seorang putri bernama Nyi Mas Ratu Inten Dewata (1530-1578), yang setelah ia meninggal menggantikannya menjadi ratu dengan gelar Ratu Pucuk Umun. Ratu Pucuk Umun menikah dengan Pangeran Kusumahdinata, putra Pangeran Pamalekaran (Dipati Teterung), putra Aria Damar Sultan Palembang keturunan Majapahit. Ibunya Ratu Martasari/Nyi Mas Ranggawulung, keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon. Pangeran Kusumahdinata lebih dikenal dengan julukan Pangeran Santri karena asalnya yang dari pesantren dan perilakunya yang sangat alim. Dengan pernikahan tersebut berakhirlah masa kerajaan Hindu di Sumedang Larang. Sejak itulah mulai menyebarnya agama Islam di wilayah Sumedang Larang. Ratu Pucuk Umun dan Pangeran Santri
Pada pertengahan abad ke-16, mulailah corak agama Islam mewarnai perkembangan Sumedang Larang. Ratu Pucuk Umun, seorang wanita keturunan raja-raja Sumedang kuno yang merupakan seorang Sunda muslimah; menikahi Pangeran Santri (1505-1579 M) yang bergelar Ki Gedeng Sumedang dan memerintah Sumedang Larang bersama-sama serta menyebarkan ajaran Islam di wilayah tersebut. Pangeran Santri adalah cucu dari Syekh Maulana Abdurahman (Sunan Panjunan) dan cicit dari Syekh Datuk Kahfi, seorang ulama keturunan Arab Hadramaut yang berasal dari Mekkah dan menyebarkan agama Islam di berbagai penjuru daerah di kerajaan Sunda. Pernikahan Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umun ini melahirkan Prabu Geusan Ulun atau dikenal dengan Prabu Angkawijaya. Pada masa Ratu Pucuk Umun, ibukota Kerajaan Sumedang Larang dipindahkan dari Ciguling ke Kutamaya. Dari pernikahan Ratu Pucuk Umun dengan Pangeran Santri memiliki enam orang anak, yaitu :
  1. Pangeran Angkawijaya (yang tekenal dengan gelar Prabu Geusan Ulun)
  2. Kiyai Rangga Haji, yang mengalahkan Aria Kuda Panjalu ti Narimbang, supaya memeluk agama Islam.
  3. Kiyai Demang Watang di Walakung.
  4. Santowaan Wirakusumah, yang keturunannya berada di Pagaden dan Pamanukan, Subang.
  5. Santowaan Cikeruh.
  6. Santowaan Awiluar.
Ratu Pucuk Umun dimakamkan di Gunung Ciung Pasarean Gede di Kota Sumedang. Prabu Geusan Ulun Prabu Geusan Ulun (1580-1608 M) dinobatkan untuk menggantikan kekuasaan ayahnya, Pangeran Santri. Beliau menetapkan Kutamaya sebagai ibukota kerajaan Sumedang Larang, yang letaknya di bagian Barat kota. Wilayah kekuasaannya meliputi Kuningan, Bandung, Garut, Tasik, Sukabumi (Priangan) kecuali Galuh (Ciamis). Kerajaan Sumedang pada masa Prabu Geusan Ulun mengalami kemajuan yang pesat di bidang sosial, budaya, agama, militer dan politik pemerintahan. Setelah wafat pada tahun 1608, putera angkatnya, Pangeran Rangga Gempol Kusumadinata atau Rangga Gempol I, yang dikenal dengan nama Raden Aria Suradiwangsa menggantikan kepemimpinannya. Pada masa awal pemerintahan Prabu Geusan Ulun, Kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan sedang dalam masa kehancurannya karena diserang oleh Kerajaan Banten yang dipimpin Sultan Maulana Yusuf dalam rangka menyebarkan Agama Islam. Oleh karena penyerangan itu Kerajaan Pajajaran hancur. Pada saat-saat kekalahan Kerajaan Pajajaran, Prabu Siliwangi sebelum meninggalkan Keraton beliau mengutus empat prajurit pilihan tangan kanan Prabu Siliwangi untuk pergi ke Kerajaan Sumedang dengan rakyat Pajajaran untuk mencari perlindungan yang disebut Kandaga Lante. Kandaga Lante tersebut menyerahkan mahkota emas simbol kekuasaan Raja Pajajaran, kalung bersusun dua dan tiga, serta perhiasan lainnya seperti benten, siger, tampekan, dan kilat bahu (pusaka tersebut masih tersimpan di Museum Prabu Geusan Ulun si Sumedang). Kandaga Lante yang menyerahkan tersebut empat orang yaitu Sanghyang Hawu atau Embah Jayaperkosa, Batara Dipati Wiradijaya atau Embah Nangganan, Sanghyang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana atau Embah Terong Peot. Walaupun pada waktu itu tempat penobatan raja direbut oleh pasukan Banten (wadyabala Banten) tetapi mahkota kerajaan terselamatkan. Dengan diberikannya mahkota tersebut kepada Prabu Geusan Ulun, maka dapat dianggap bahwa Kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan menjadi bagian Kerajaan Sumedang Larang, sehingga wilayah Kerajaan Sumedang Larang menjadi luas. Batas wilayah baratnya Sungai Cisadane, batas wilayah timurnya Sungai Cipamali (kecuali Cirebon dan Jayakarta), batas sebelah utaranya Laut Jawa, dan batas sebelah selatannya Samudera Hindia. Secara politik Kerajaan Sumedang Larang didesak oleh tiga musuh: yaitu Kerajaan Banten yang merasa terhina dan tidak menerima dengan pengangkatan Prabu Geusan Ulun sebagai pengganti Prabu Siliwangi; pasukan VOC di Jayakarta yang selalu mengganggu rakyat; dan Kesultanan Cirebon yang ditakutkan bergabung dengan Kesultanan Banten. Pada masa itu Kesultanan Mataram sedang pada masa kejayaannya, banyak kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara yang menyatakan bergabung kepada Mataram. Dengan tujuan politik pula akhirnya Prabu Geusan Ulun menyatakan bergabung dengan Kesultanan Mataram dan beliau pergi ke Demak dengan tujuan untuk mendalami agama Islam dengan diiringi empat prajurit setianya (Kandaga Lante). Setelah dari pesantren di Demak, sebelum pulang ke Sumedang ia mampir ke Cirebon untuk bertemu dengan Panembahan Ratu penguasa Cirebon, dan disambut dengan gembira karena mereka berdua sama-sama keturunan Sunan Gunung Jati. Dengan sikap dan perilakunya yang sangat baik serta wajahnya yang rupawan, Prabu Geusan Ulun disenangi oleh penduduk di Cirebon. Permaisuri Panembahan Ratu yang bernama Ratu Harisbaya jatuh cinta kepada Prabu Geusan Ulun. Ketika dalam perjalanan pulang ternyata tanpa sepengetahuannya, Ratu Harisbaya ikut dalam rombongan, dam karena Ratu Harisbaya mengancam akan bunuh diri akhirnya dibawa pulang ke Sumedang. Karena kejadian itu, Panembahan Ratu marah besar dan mengirim pasukan untuk merebut kembali Ratu Harisbaya sehingga terjadi perang antara Cirebon dan Sumedang. Akhirnya Sultan Agung dari Mataram meminta kepada Panembahan Ratu untuk berdamai dan menceraikan Ratu Harisbaya yang aslinya dari Pajang-Demak dan dinikahkan oleh Sultan Agung dengan Panembahan Ratu. Panembahan Ratu bersedia dengan syarat Sumedang menyerahkan wilayah sebelah barat Sungai Cilutung (sekarang Majalengka) untuk menjadi wilayah Cirebon. Karena peperangan itu pula ibukota dipindahkan ke Gunung Rengganis, yang sekarang disebut Dayeuh Luhur. Prabu Geusan Ulun memiliki tiga orang istri: yang pertama Nyi Mas Cukang Gedeng Waru, putri Sunan Pada; yang kedua Ratu Harisbaya dari Cirebon, dan yang ketiga Nyi Mas Pasarean. Dari ketiga istrinya tersebut ia memiliki lima belas orang anak:
  1. Pangeran Rangga Gede, yang merupakan cikal bakal bupati Sumedang
  2. Raden Aria Wiraraja, di Lemahbeureum, Darmawangi
  3. Kiyai Kadu Rangga Gede
  4. Kiyai Rangga Patra Kalasa, di Cundukkayu
  5. Raden Aria Rangga Pati, di Haurkuning
  6. Raden Ngabehi Watang
  7. Nyi Mas Demang Cipaku
  8. Raden Ngabehi Martayuda, di Ciawi
  9. Rd. Rangga Wiratama, di Cibeureum
  10. Rd. Rangga Nitinagara, di Pagaden dan Pamanukan
  11. Nyi Mas Rangga Pamade
  12. Nyi Mas Dipati Ukur, di Bandung
  13. Rd. Suridiwangsa, putra Ratu Harisbaya dari Panemabahan Ratu
  14. Pangeran Tumenggung Tegalkalong
  15. Rd. Kiyai Demang Cipaku, di Dayeuh Luhur.
Prabu Geusan Ulun merupakan raja terakhir Kerajaan Sumedang Larang, karena selanjutnya menjadi bagian Mataram dan pangkat raja turun menjadi adipati (bupati). Pemerintahan di bawah Mataram Dipati Rangga Gempol Pada saat Rangga Gempol memegang kepemimpinan, pada tahun 1620 M Sumedang Larang dijadikannya wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram di bawah Sultan Agung, dan statusnya sebagai ‘kerajaan’ dirubahnya menjadi ‘kadipaten’. Hal ini dilakukannya sebagai upaya menjadikan wilayah Sumedang sebagai wilayah pertahanan Mataram dari serangan Kerajaan Banten dan Belanda, yang sedang mengalami konflik dengan Mataram. Sultan Agung kemudian memberikan perintah kepada Rangga Gempol beserta pasukannya untuk memimpin penyerangan ke Sampang, Madura. Sedangkan pemerintahan untuk sementara diserahkan kepada adiknya, Dipati Rangga Gede. Dipati Rangga Gede Ketika setengah kekuatan militer kadipaten Sumedang Larang diperintahkan pergi ke Madura atas titah Sultan Agung, datanglah dari pasukan Kerajaan Banten untuk menyerbu. Karena Rangga Gede tidak mampu menahan serangan pasukan Banten, ia akhirnya melarikan diri. Kekalahan ini membuat marah Sultan Agung sehingga ia menahan Dipati Rangga Gede, dan pemerintahan selanjutnya diserahkan kepada Dipati Ukur. Dipati Ukur Sekali lagi, Dipati Ukur diperintahkan oleh Sultan Agung untuk bersama-sama pasukan Mataram untuk menyerang dan merebut pertahanan Belanda di Batavia (Jakarta) yang pada akhirnya menemui kegagalan. Kekalahan pasukan Dipati Ukur ini tidak dilaporkan segera kepada Sultan Agung, diberitakan bahwa ia kabur dari pertanggung jawabannya dan akhirnya tertangkap dari persembunyiannya atas informasi mata-mata Sultan Agung yang berkuasa di wilayah Priangan. Pembagian wilayah kerajaan Setelah habis masa hukumannya, Dipati Rangga Gede diberikan kekuasaan kembali untuk memerintah di Sumedang. Sedangkan wilayah Priangan di luar Sumedang dan Galuh (Ciamis), oleh Mataram dibagi menjadi tiga bagian:
  • Kabupaten Sukapura, dipimpin oleh Ki Wirawangsa Umbul Sukakerta, gelar Tumenggung Wiradegdaha R. Wirawangsa,
  • Kabupaten Bandung, dipimpin oleh Ki Astamanggala Umbul Cihaurbeuti, gelar Tumenggung Wirangun-angun,
  • Kabupaten Parakanmuncang, dipimpin oleh Ki Somahita Umbul Sindangkasih, gelar Tumenggung Tanubaya.
Kesemua wilayah tersebut berada dibawah pengawasan Rangga Gede (atau Rangga Gempol II), yang sekaligus ditunjuk Mataram sebagai Wadana Bupati (kepala para bupati) Priangan. Peninggalan budaya Hingga kini, Sumedang masih berstatus kabupaten, sebagai sisa peninggalan konflik politik yang banyak diintervensi oleh Kerajaan Mataram pada masa itu. Adapun artefak sejarah berupa pusaka perang, atribut kerajaan, perlengkapan raja-raja dan naskah kuno peninggalan Kerajaan Sumedang Larang masih dapat dilihat secara umum di Museum Prabu Geusan Ulun, Sumedang letaknya tepat di selatan alun-alun kota Sumedang, bersatu dengan Gedung Srimanganti dan bangunan pemerintah daerah setempat. sumber : http://cahyaningati.blogspot.com/2010/01/sejarah-kota-sumedang.html/SUMEDANG ONLINE

Kerajaan Sumedang Larang adalah penerus kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran yang ada di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran berakhir di wilayah Pakuan, Bogor, karena serangan aliansi kerajaan-kerajaan Cirebon, Banten ...


ISTIMEWA/SUMEDANG ONLINE

Pangeran Jayakarta (Rawamangun Jakarta) Eyang Prabu Kencana (Gunung Gede, Bogor ) Syekh Jaenudin (Bantar Kalong) Syekh maulana Yusuf (Banten) Syekh hasanudin (Banten) Syekh Mansyur (Banten) Aki dan Nini Kair (Gang ...


PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Download : [download id="2"]/SUMEDANG ONLINE

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Download : [download id="2"]


[caption id="attachment_452" align="alignleft" width="150" caption="Permainan Keras Dipertontonkan"][/caption] Gubernur Jawa Barat, H Umuh Muhtar dan beberapa pemain Persib Bandung, turun dari bus rombongan Persib. Gubernur Jawa Barat menyempatkan hadir dalam rangka Ulang tahun Persib Bandung yang ke-77. Selama perjalanan menuju stadion menurut sumber protokoler, Gubernur dan Rombongan sempat dihadang macet, hal tersebut karena banyaknya bobotoh yang 'menguasai' jalan, sehingga kemacetan tidak dapat di hindari. Babak I Di babak pertama persib langsung menguasai pertandingan bahkan beberapa peluang hampir saja membuahkan Gol, pada menit pertama Tendangan Christian Gonjales membentur mistar gawang bawah. Pertandingan bergengsi memperebutkan 3 point ini, dimenit - menit awal wasit Jimmi Napitupullu harus merogoh kartu kuning untuk pemain Arema Dedi Santoso menit ke-3 yang melakukan pelanggaran terhadap Gilang Angga. Sampai berita ini disusun pertandingan masih tetap berlangsung. SUSUNAN PEMAIN: Persib (3-5-2): 81-Markus; 5-Maman Abdulrahman, 30-Nova Arianto, 4-Wildansyah; 8-Eka Ramdani, 12-Gilang Angga, 7-Atep, 11-Satoshi Otomo, 2 4-Hariono; 10-Hilton Moreira, 99-Christian Gonzales Arema (4-4-2): 1-Kurnia Meiga; 24-Pierre Njanka, 21-Irfan Raditya, 3-Zulkifli, 7-Beny Wahyudi; 37-Juan Revi, 17-Esteban Guillen, 41-Dendy Santoso, 6-Ridhuan Muhamad; 9-Roman Chmelo, 12-Noh Alam Shah Wasit: Jimmy Napitupulu/SUMEDANG ONLINE

[caption id="attachment_452" align="alignleft" width="150" caption="Permainan Keras Dipertontonkan"][/caption] Gubernur Jawa Barat, H Umuh Muhtar dan beberapa pemain Persib Bandung, turun dari bus rombongan Persib. Gubernur Jawa Barat menyempatkan hadir dalam rangka ...


Musik Reagge,baju butut,badan lusuh,pemandangan yang kerap kita lihat dari keseharian anak-anak Vespa,atau lebih akrab dengan sebutan Vespa Komunitas.Vespa yang dianggap motor tua produk negerinya klub sepak bola AC Milan itu malah kerap di cari oleh sebagian pe-hobby.bahkan sampai rela mengeluarkan kocek berlebih jika ada vespa yang mengandung nilai,atau berumur tua. Komunitas vespa bukan monopoli suatu kaum.Tua,muda,pejabat penganggur bahkan sampai anak jalananpun ada di dalamnya,mereka memiliki jiwa yang bebas,mereka memiliki jiwa kekerabatan yang tinggi,tak jarang komunitas ini,menggelar event untuk saling berbagi. “Terakhir kami kumpul di Garut,tepatnya di Situ Bagendit”,ujar Agif pentolan KOPA (Komunitas Vespa Darmaraja), saat asyik nongkrong di Base Campnya. Ditanya agenda yang digelar,dia cuma mengungkapakan,bahwa pertemuannya di Garut,hanya rutinitas biasa yang sering digelar Komunitas Vespa. Menariknya secara personal,anak-anak vespa ternyata lahir dari keluarga yang punya status sosial lebih,tapi ironisnya mereka terlihat seperti anak jalanan yang tidak terurus,berpenampilan apa-adanya. “Di Vespa (Komunitas Vespa)tidak ada peng-kelas-an,semua sama,jika ada anak Vespa punya pemikiran seperti itu keluarlah dari sini(Komunitas Vespa)”,ungkap Bongkeng dari Scooter Ragudig Club,ber api-api. Menyoal masalah anak Vespa erat kaitannya dengan drugs atau alcohol(Minuman keras),mereka tidak menampik. “Kami akuin kami memang masih mengkomsumsi minuman kalo ada event-event pertemuan,tapi itu tidak semua,bahkan hanya sebagian kecil”,ungkap seseorang yang minta dirahasiakan namanya. “Untuk drugs engga lah kami minum Cuma buat have fun”,tambah Bongkeng. Maraknya komunitas Vespa di Sumedang menggambarkan bahwa komunitas Vespa memang di minati oleh banyak kalangan.Di Sumedang sendiri ada sekitar 20 klub Vespa,diantaranya,Scooter Ragudig klub,yang bermarkas didaerah Parigi dan KOPA yang bermarkas di Darmaraja. Disisi lain masyarakat kadung punya pandangan negatif terhadap anak-anak komunitas Vespa,mereka menganggap anak-anak Vespa kurang kerjaan,tidak sopan dalam berpakaian dan seabrek image negatif lainnya yang dialamatkan ke komunitas Vespa. “Mereka seperti kurang kerjaan,kesannya juga jorok,lihat motornya saja banyak sampahnya”,ujar warga yang diminta pendapatnya,saat melihat konvoi anak Vespa menuju Garut,pada saat beberapa hari yang lalu. Tapi setelah BNC ikut nongkrong di salah satu Base Camp komunitas Vespa,mungkin anggapan negatif terhadap komunitas ini,bisa di makzulkan,terlihat dalam kegiatan kesehariannya ternyata mereka memiliki bakat potensi berlebih,mereka belajar mesin,mereka jual spare part,jual beli motor,bahkan mereka sibuk diskusi tentang berbagai peluang bisnis.ini mungkin sisi positif yang tidak bisa terlihat oleh masyarakat “Saya mencoba mengarahkan mereka untuk berpikir bisnis,di samping nongkrong seperti ini”,ungkap Bustomi, pemilik bengkel,yang dijadikan Base Camp KOPA. Untuk usaha menepis pandangan negatif itu memang tidak mudah,semua kembali ke person masing-masing,karena di komunitas Vespa tidak mengenal aturan ataupun undang-undang yang mengikat,disini orang-orang bebas,komunitas Vespa adalah kebebasan,tapi bukan berarti kami artikan kebebasan yang negatif.ujar Bustomi menambahkan sekaligus menutup pembicaraannya dengan BNC.(bonang)/SUMEDANG ONLINE

Musik Reagge,baju butut,badan lusuh,pemandangan yang kerap kita lihat dari keseharian anak-anak Vespa,atau lebih akrab dengan sebutan Vespa Komunitas.Vespa yang dianggap motor tua produk negerinya klub sepak bola AC Milan itu ...


Install SUMEDANGONLINE MOBILE
| Advertorial