Wikana (lahir di Sumedang, Jawa Barat, 18 Oktober 1914[1] – ???) adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia. Bersama Chaerul Saleh, Sukarni dan pemuda-pemuda lainnya dari Menteng 31, mereka menculik Soekarno dan Hatta dalam Peristiwa Rengasdengklok dengan tujuan agar kedua tokoh ini segera membacakan Proklamasi Kemerdekaan setelah kekalahan Jepang dari Sekutu pada tahun 1945.
Riwayat hidup
Pada masa mudanya ia aktif sebagai Angkatan Baru Indonesia dan Gerakan Rakyat Baru. Wikana pada peristiwa pencetusan Proklamasi 1945 melakukan peran paling penting karena berkat koneksinya di Angkatan Laut Jepang atau Kaigun, Proklamasi 1945 bisa dirumuskan di rumah dinas Laksamana Maeda di Menteng yang terjamin keamanannya. Selain itu Wikana juga mengatur semua keperluan Pembacaan Proklamasi di rumah Bung Karno di Pegangsaan 56. Ia juga sangat tegang saat melihat Bung Karno sakit malaria pagi hari menjelang detik-detik pembacaan Proklamasi. Wikana yang membujuk kalangan militer Jepang untuk tidak mengganggu jalannya upacara pembacaan teks proklamasi. Setelah kemerdekaan berjalan, kehidupan Wikana sangat rumit, karena ia dianggap terlibat Peristiwa Madiun 1948, namun berhasil lepas dari kejaran tentara. Bersama dengan pejuang-pejuang dari Nasionalis sayap kiri ia menghilang dan baru kembali setelah DN Aidit melakukan pledoi terhadap kasus Madiun 1948 yang mulai digugat oleh Jaksa Dali Mutiara pada 2 Februari 1955. Namun revitalisasi PKI ditangan DN Aidit membuat Wikana tersingkir dan dianggap bagian dari golongan tua yang tidak progresif. Hal ini sama dengan kasus penyingkiran kaum komunis ex-Digulis oleh anak-anak muda PKI, karena tidak sesuai dengan perkembangan perjuangan komunis yang lebih Nasionalis dan mendekat pada Bung Karno. Terakhir Wikana tinggal di daerah Simpangan Matraman Plantsoen dalam keadaan miskin dan sengsara karena tidak mendapat tempat di PKI dan diisolir oleh Aidit. Pada saat itu Waperdam Chaerul Saleh pada tahun 1965 menarik Wikana menjadi anggota MPRS. Pada saat penangkapan-penangkapan setelah kejadian GESTAPU, Wikana hilang begitu saja dan sampai sekarang tidak jelas keberadaannya.
WIKANA
Reporter: Admin | Editor: Admin | Terbit: WIB
Baca Juga
Rekomendasi untuk kamu
ANDRE Gustian vocalis band rock legendaris asal Kota Bandung Lochness, menjadi idola kaum milenial di…
JATINANGOR telah lama terkenal dengan kawasan pendidikan karena terdapat sejumlah Universitas ternama seperti Unpad, IPND,…
TAHUkah pembaca, jika pada hari ini Pangeran Santri dinobatkan sebagai penguasa Sumedang pada tanggal 13…
ORANG Sumedang yang satu ini mempunyai peran yang sangat penting dalam pencetusan Proklamasi 1945, karena…
Ali Sadikin (lahir di Sumedang, Jawa Barat, 7 Juli 1927 – meninggal di Singapura, 20 Mei 2008…
Indah Sita Nursanti (lahir di Sumedang, 27 Agustus 1974; umur 35 tahun) lebih dikenal sebagai…
Raden Aang Kusmayatna Kusumadinata (lahir di Sumedang, Jawa Barat, 20 Juni 1946; umur 64 tahun)…
konon katanya di keturunan menak Sumedang (tetapi ayahnya pendatang dari Demak Jawa Tengah), dari pihak ibu. Baca lebih lengkap di http://www.majalah-historia.com/…/berita-301-sepakterjang-pemuda-dari-sumedang.html
wah karunya urang sumedang unk…. maeunya hilang begitu saja aduhh.. ari dulur2 na ti sumedang kamarana atuh..
bukan hanya orangnya yang lenyap begitu saja di masa 65-66, tapi jasa-jasanya juga dilupakan dalam penulisan sejarah resmi. sayang sekali dalam penulisan sejarah masa orde baru seluruh tokoh yang pernah terlibat dalam PKI “dihilangkan” peran positifnya dalam sejarah nasional.
wah kacau itu nama’a….
diskriminasi tingkat tinggi eta mah……………