DAERAH  

PERANG DINGIN DITUBUH KONSORSIUM

JATINUNGGAL – Kinerja Konsorsium OTD Jatigede, mendapat sorotan dari internal pengurusnya, mereka memandang kinerja konsorsium saat ini stagnan, tidak dapat mengakomodir aspirasi masyarakat bahkan terkesan memperkaya diri sendiri dan memboikot suara masyarakat.

“Perlu adanya kesadaran dari pihak konsorsium, agar aspirasi OTD terakomodir, analisa saya konsorsium saat ini hanya dipergunakan untuk memperkaya diri sendiri dan memboikot suara masyarakat. Bahkan terkesan, konsorsium hanya memfasilitasi pembebasan lahan perhutani, rapat hari ini (kemarin,red.) mendesak konsorsium untuk kembali membela rakyat,” ucap Mahmudin tokoh masyarakat warga OTD, dalam sessi rapat yang menghadirkan 26 perwakilan dari Desa-desa yang terkena proyek Jatigede, di Desa Sarimekar, Kecamatan Jatinunggal. Kegiatan itu dalam rangka membahas konsolidasi dan evaluasi ditubuh Konsorsium OTD Jatigede yang dinilai vakum, Jumat (20/1).

Mahmudin bahkan menilai, konsorsium OTD Jatigede telah mengkhinati perjuangan masyarakat OTD yang sesungguhnya,”jika diibaratkan mesin, mesin yang namanya konsorsium saat ini sudah mogok, jika sudah begini apakah akan tinggal diam atau perlu alat (mesin) baru?” tanyanya.

Baca Juga  Kirap Piala Sudirman ditandu, jadi pusat perhatian

Disisi lain warga OTD pun memandang sejauh ini tidak ada niat baik dari Pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di Jatigede, termasuk ketika adanya pembahasan penyelesaian dampak sosial bersama wakil menteri di Bappenas beberapa waktu lalu.

“Saya ingin bertemu dengan para gegeden, saya siap mati jihad fi sabililah untuk membela warga OTD. Apalagi program Pemerintah tahun 2013, Jatigede sudah tergenang air, dulu sewaktu di Jakarta pernah diusulkan boleh digenang tetapi selesaikan dahulu dampak sosial-nya, tetapi sampai sekarang niat baik dari Wakil Menteri itu tidak ada realisasinya,” sambung Jaya Albanik.

Albanik pun menekankan rapat tersebut bukan merupakan rapat sebagai pembentukan forum baru, namun mereka hanya menginginkan adanya evaluasi ditubuh konsorsium, yang seakan stagnan dan tidak memihak pada masyarakat OTD.

Tokoh masyarakat Desa Karangpakuan, Dodi, bahkan menilai situasi saat ini bagi masyarakat OTD sudah termasuk emergency, bahkan Dodi memandang, beberapa organisasi bentukan masyarakat OTD sejauh ini nasib akhirnya sama selalu monoton.

Baca Juga  Kwaran Jatinunggal, Implementasikan Hasil KMD

Abah Sabren  tokoh masyarakat Desa Cisurat bahkan menilai Pemerintah saat ini hanya lebih condong memperhatikan tanah kehutanan daripada OTD Jatigede, padahal sebelumnya dihadapan sejumlah perwakilan warga OTD, Sekda Sumedang secara terang-terangan akan mempending kehutanan namun pada kenyatannya justru tanah kehutanan lebih dahulu dibayar.

Senada dengan Abah Sabren, tokoh masyarakat Desa Karangpakuan, Ajun, menilai jika pemerintah sesuai dengan draft yang telah disepakati maka tidak akan menimbulkan permasalahan tambahan seperti yang terjadi saat ini.

“Tahun 2012, harus dapat selesai. Apa mungkin? Dalam waktu beberapa bulan kedepan pembangunan waduk Jatigede dapat selesai. Karena apa yang dilakukan pemerintah tidak sesuai dengan aturan, dulu yang akan didahulukan itu adalah dampak OTD Jatigede, tetapi justru malah kehutanan, kami sekarang hanya minta pemerintah untuk kembali sesuai dengan aturan yang telah disepakati,” katanya.

Tokoh masyarakat Desa Cipaku, Wawan Dharmawan alias Ki Wangsa, lebih menyoroti system kepimimpnan dalam tubuh Konsorsium OTD Jatigede adalah Otoriter. Struktur organisasi hanya struktur organisasi ormas, padahal Konsorsium adalah gabungan dari beberapa ormas, akibat hal itu kata Ki Wangsa, terjadilah kestagnasian dalam tubuh Konsorsium OTD.

Baca Juga  Nonoman Sumedang Larang, Minta Situs Cipaku dipertahankan

“Selama konsorsium masih menyatu dengan Forum (Pemerintah,red.) pasti akan cadel,” terangnya.

Sementara itu Ketua LSM Instan, Ifan Wibowo, menyebut keadaan yang saat ini terjadi merupakan dinamika yang mengerikan, padahal batas waktu pembangunan waduk jatigede selesai, hanya berjarak 11 bulan.

“Kita berada dalam pusaran air yang dibuat oleh Pemerintah untuk melihat menyaksikan 5800 orang warga OTD yang hingga saat ini masih diganggayong, 5800 warga OTD itulah yang seharusnya jadi perhatian Pemerintah,” tutur Ifan.

Ifan pun mengajak warga OTD untuk berani berontak, agar pemerintah lebih memperhatikan nasib mereka, bahkan Ifan mengajak konsorsium dan warga OTD untuk bersama mengirim surat ke Presiden.(igun gunawan/ fitri)

Respon (2)

  1. Betul apa yang diutarakan tempo hari, berpihak kepada siapa sebenarnya consorsium? Ditilik dari arti sebenarnya adalah gabungan organisasi baik dari pemerintah ataupun ormas\LSM yang mengakomodir semua kepentingan baik dari pemerintah ataupun warga OTD, sebaiknya orang2 yang duduk di konsorsium dapat memilah antara memperkaya diri atau berjuang di garis depan u kemajuan atau kesejahteraan Warga OTD, jangan jadi ular berkepala setan yang hanya tau nilai rupiah

  2. Mari kita berkaca pada kasus KEDUNGOMBO mungkin akan sama seperti mereka, satukan tekad bubarkan segala bentuk yang mengatasnamakan warga OTD, buat system yang masuk akal dengan membentuk dan menggiring aspirasi yang dibawa dari tingkat RT RW Kepala Dusun Kepala Desa sampai Camat, skenarionya sebagai berikut warga mengadu ke RT kemudian RT membuat berita acara dan melaporkan kepada RW atas desakan para RT maka RW membuat laporan kepada Kepala Dusun dan kepala dusun melaporkan ke kepala desa selanjutnya para kepala desa menghadap disertai dengan dokumen pendukung pada Camat, kemudian camat berkordinasi dengan para camat lainya yang terkena genangan untuk melapor kepada Bupati dengan tembusan kepada Gubernur, Presiden, MENAKERTRANS dan instansi terkait, selanjutnya para camat memfollow up setiap minggu sejauh mana realisasinya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ingin menerima update terbaru dari SUMEDANGONLINE OK TIDAK