ISTIMEWA/SUMEDANG ONLINE

Pergantian Lahan Kehutanan Semrawut

Seseorang menunjukan surat pemberhentian dipending-nya lahan kehutanan yang dikeluarkan Sekda. Data tersebut diduga masih draft, karena tidak dibubuhkan tanda tangan.

P2T – Kisruh Pembayaran lahan yang terkena dampak mega Waduk Jatigede semakin meruncing. Kini masyarakat menyoroti  kinerja Satker Jatigede dan P2T Sumedang. Pasalnya, kedua intansi tersebut  terkesan lebih mementingkan pihak penanam modal (Investor) daripada masyarakat asli setempat.
Informasi yang dihimpun sumedangonline.com, menyebutkan data nominatif  pemilik lahan yang  harus dibayar pada pembayaran tersebut sudah disetujui Pihak KPPN, namun pada kenyataannya tidak sedikit proses pencairannya masih dipending oleh Bank BNI, sebut saja 8 lahan pengganti kehutanan yang ada di desa Cimungkal dan Desa Ganjaresik lahan tersebut milik masyarakat asli setempat, namun hingga saat ini belum bisa mencairkan.

Berbeda dengan lahan pengganti kehutanan yang dimiliki investor  yang konon kebanyakan diduga dari kalangan pejabat semuanya sudah cair.

“Aneh memang lahan pengganti kehutanan di Cimungkal dan Ganjaresik milik investor yang diduga sebagaian besar dari kalangan pejabat semuanya sudah cair. Namun lahan pengganti milik warga setempat sampai saat ini masih belum jelas kapan pencairannya.Sedangkan data nominatifnya  sudah di ACC oleh pihak KPPN,” ujar seorang warga Cimungkal yang enggan disebutkan namanya, Jumat  (09/02).

Sejumlah warga mempertanyakan adanya informasi bahwa untuk pemilik lahan pengganti kehutanan yang pencairannya masih dipending Bank BNI, jika akan mencairkan harus terlebih dulu mengisi format di sediakan P2T.

Endi Ruslan, Kabag Tapem Setda Sumedang yang  juga Sekertaris P2T  ketika ditemui sumedangonline.com di ruang kerjanya mengaku bahwa pihak P2T hingga saat ini belum menerima data nominatif yang sudah disetujui pihak KPPN sesuai  data yang telah diajukan pihak Satker Jatigede, hingga pihaknya tidak sepenuhnya tahu wilayah dan blok berapa yang sudah dapat melakukan pencairan.

”Dari  52 berkas model C yang sudah kami serahkan ke pihak satker, jujur, sampai saat ini kami belum mengetahui model C berapa dan blok berapa yang seharusnya sudah bisa melakukan pencairan, karena memang kami belum menerima data  keseluruhan dari pihak Satker maupun KPPN terkait pencairan kemarin,” kata Endi.

Terkait penilaian bahwa P2T terkesan lebih mementingkan pihak investor, Endi membantah dan mengatakan bahwa itu tidak benar, persoalannya tetap menurut Endi karena pihak P2T belum mengetahui data nominatif  model C berapa serta blok berapa yang seharusnya sudah bisa melakukan pencairan.

”Bukan harus seizin mereka berdua, namun sedikitnya mereka  tahu tentang lahan pengganti kehutanan tersebut karena mereka orang lapangan. Yang jelas untuk lahan pengganti kehutanan yang belum dapat mencairkan tersebut sudah kami ajukan kembali,” lanjutnya.

Publik menilai mustahil P2T belum mengetahui data keseluruhan tentang wilayah serta blok mana saja yang seharusnya sudah dapat melakukan pencairan. Pasalnya sekalipun ada perbedaan dalam fungsi dan tugasnya antara P2T dengan Satker Jatigede, namun tetap kedua lembaga tersebut tidak dapat terpisahkan, karena kedua lembaga itu berada dalam satu kesatuan. (MUL)