Aturan Sebagai Alat Kontrol Sosial

Ilustrasi. NET

Baru-baru ini terdengar kabar terkait Pondok Bunga Mas, kosan terletak di samping Kantor Kecamatan Jatinangor. Meski baru diduga digunakan untuk berbuat yang tidak baik, namun petugas Trantib (Kententraman dan Ketertiban) Kecamatan Jatinangor sudah langsung menurunkan spanduk iklan berisi tulisan, bisa disewa perhari milik kosan tersebut (Sumedang Ekspres, 07/06/2012). Menanggapi hal tersebut Camat Jatinangor, Nandang Suparman, menyatakan bahwa pihaknya tidak memiliki wewenang untuk menutup tempat tersebut. “Kami bukan eksekutor. Sedangkan yang punya kewenangan menutup yakni pihak kabupaten,” ujarnya kepada wartawan, jumat (8/6) (Sumedang Ekspres, 11/06/2012).

 

Wajar

Wajar memang jika ada reaksi dari berbagai kalangan terkait keberadaan kosan di sekitaran Jatinangor. Pasalnya, selain cara pendiriannya sering tidak menempuh perizinan, didapati pula keberadaannya kurang mengindahkan keadaan lingkungan sekitar. Parahnya lagi, kosan sering diindikasikan sebagai tempat penyebaran perilaku menyimpang, misalnya seks bebas.

 

Aturan Pendirian Kosan

Sebagai kawasan pendidikan, dimana di dalamnya terdapat empat buah perguruan tinggi yakni IKOPIN, IPDN, ITB dan UNPAD, sudah barang tentu jika di Kecamatan Jatinangor berdiri banyak kosan. Semestinya pemerintah setempat membuat aturan dan kebijakan terkait pendirian kos-kosan agar kasus-kasus serupa tidak terjadi lagi. Jika memang sudah ada maka perlu adanya sosialisasi kembali kepada para pemilik dan pengelola kosan yang sudah ada.

 

Fungsi aturan pendirian dan pengelolaan kosan ini sebagai alat kontrol sosial. Bagaimana mungkin pemerintah dan masyarakat bisa mengontrol keberadaan kos-kosan jika aturan tentang kosan sendiri tidak ada. Dengan adanya kontrol sosial diharapkan dapat terwujud tata pendirian dan pengelolaan kosan yang tertib dan baik. Tertib, artinya sesuai dengan aturan perizinan pendirian. Sedang baik, mengandung pengertian bahwa kosan dikelola sebagai mana fungsi asalnya, yakni sebagai tempat penginapan bukan untuk berbuat hal-hal yang melanggar norma agama maupun susila.(*)

Penulis : Fengki Ari Anggara – (Mahasiswa Jurusan Manajemen Produksi di IKOPIN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *