WADO – Adanya wacana bahasa daerah termasuk di dalamnya Bahasa Sunda akan dihapus dalam kurikulum pendidikan di sekolah oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, mengundang reaksi sejumlah tokoh dan budayawan Sunda di Sumedang.
Salahsatu tokoh budayawan Sumedang, Hj Eni Sumarni MKes, yang juga calon bupati dari jalur perseorangan, akan menentang usulan Mendikbud tersebut. Menurut pandangannya, jangankan dihapus ada saja sekarang Bahasa Sunda sudah ripuh, apalagi kalau dihapus. “Sekarang saja kurikulum Bahasa Sunda dalam muatan lokal ada pelajarannya di sekolah, Bahasa Sunda susah berkembang, apalagi kalau dihapus kurikulum bahasa daerahnya,” kata Eni Sumarni, usai mengikuti giat hajat lembur di makam Gagak Sangkur, Dusun Sundulan, Desa Padajaya, Kecamatan Wado, Minggu (23/12).
Disisi lain Eni, justru berharap jika kearifan lokal dapat masuk dalam kurikulum sekolah. “Saya akan mengangkat kearifan lokal, terutama budi pekerti dan sejarah leluhur Sumedang harus masuk kurikulum. Ingat kata Bung Karno, jas merah, yang artinya jangan sampai melupakan sejarah. Warga Sumedang harus mendukung ke arah sana, karena kalau kita tak ingin hancur secara moral,” ungkapnya.
Hal senada dikatakan kasepahan Kaprabuan Sumedang Larang, H Rd Otong Suria Kusumadinata. Pentingnya penggalian sejarah Sumedang, karena menurut pandangan Otong, apa yang wariskan oleh leluhur adalah prilaku yang baik. “Seperti kata bu Eni waktu di Srimanganti, bahwa kita kudu nincak dinu bener ulah nincak dinu salah, itu intinya,” ungkap Otong.
Momen ritual suci (ritus) buku tahun yang rutin dilaksanakan setiap 23 Desember, diharapkan Otong menjadi salahsatu tonggak akan dipakainya kembali kearifan lokal di Sumedang.
Terkait penghapusan bahasa daerah oleh Mendikbud, Otong mengaku, pihaknya akan segera melakukan musyawarah dengan berbagai leading sector untuk membahas hal itu. “Siapa yang berbicara itu kita akan sumpah, jangan sampai lebih buruk daripada kulit lasun,” tambah Otong.
Sementara itu, Camat Wado Widodo Heru P, mengatakan kegiatan ritus buku tahun Dusun Sundulan, tak ada kaitannya dengan kampanye calon bupati Sumedang, meskipun dihadiri dua calon bupati. “Ini hanya wujud syukur kita pada Allah SWT, termasuk mengingat para pahlawan dan para karuhun Sumedang. Tidak ada muatan politik, selain unsur budaya masyarakat setempat yang suka dilaksanakan setiap tahun. Hanya saja sekarang bertepatan dengan Pilkada makanya panitia mengundang seluruh calon bupati, tapi yang hadir hanya dua orang, makanya saya tadi sosialisasikan semuanya nama-nama calon termasuk Sumedang dan Jawa Barat,” ungkap Widodo.
Hal senada dikatakan Kades Padajaya, Taryana SP, ia membenarkan apa yang dinyatakan Camat Wado. Bahkan, tanpa adanya kunjungan calon bupati itu pun sebut Taryana, kegiatan ritus hajat lembur masih dapat terus dilaksanakan. “Rutin tiap tahun, apalagi bagi masyarakat Padajaya pada panen kemarin lumayan bagus, nyawah juga lancar, mudah-mudahan menjadi barokah. Ada pun kedatangan mereka itu merupakan sebuah kebanggan, tapi tolong jangan dipolitisir,” ungkap Taryana.(ign)
Jangan merasa prihatin….!!!
Percuma ada bhasa daerah juga, bila pemerintah atau kebnyakan orang tua jg menyuruh anak’a pandai berbhasa asing.,