Pengumuman Nominasi FFPS 2020 Bikin Gaduh Netizen, Ini Tanggapan Panitia
- Penulis: Fitriyani Gunawan
- Editor: Redaksi
- Terbit: Senin, 23 Nov 2020 21:46 WIB
SUMEDANG.ONLINE – Meski mendapat kritikan tajam dari netizen. Panitia Festival Film Pendek Sumedang (FFPS) 2020, tetap akan terus melanjutkan pemenang nominasi yang telah diumumkan pada Minggu, 22 November 2020. Pihaknya dikatakan panitia pelaksana FFPS, Anggun Gunara, tidak akan merevisi nominasi karena tidak merasa ada sebuah pelanggaran.
“Tidak akan diubah, karena tidak merasa ada pelanggaran diketentuan. Jadi tidak menemukan alasan untuk melakukan revisi apa pun. Kalau soal evaluasi, kita juga akan melakukan evaluasi potensi-potensi masalah untuk penyelenggaraan berikutnya. Siapa pun panitianya, karena saya berharap ini menjadi agenda tahunan dengan panitia, siapa saja. Jadi ini akan menjadi evaluasi dari penyelenggaraan pertama. Bahwa potensi masalah itu ini-ini. Ini yang jadi catatan agar lebih baik dari sebelumnya,” ujar Anggun saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon. Senin, 23 November 2020.
Anggun pun tak menampik pasca pengumuman lolosnya nominasi FFPS 2020. Banyak keluhan dan kritikan yang disampaikan, hanya saja dia menyayangkan keluhan tersebut hanya disampaikan di media sosial tidak disampaikan secara langsung pada panitia. “Yang bertanya langsung ke saya itu tidak ada, kebanyakan mereka mengeluh di media sosial. Kalau di Media sosial saya itu masih mempending jawaban atau lainnya, bukan apa-apa. Hanya saja, kalau saya menjawabnya langsung di media sosial akan dapat mengclearkan suasana atau minimalnya menyiptakan diskusi. Atau malah semakin rame, karena pertimbangan itulah saya belum memberikan jawaban di media sosial. Kalau ada yang bertanya langsung tentu saya akan jawab secara langsung,” jelasnya.
Berkaitan dengan sejumlah pertanyaan yang dipertanyakan di media sosial, secara terperinci Anggun memberikan jawabannya.
Untuk film Gnaret yang di Produksi Bamon Cinema & Retorika Films. Banyak netizen menduga di dalamnya melibatkan panitia, selain itu film dimaksud diikut sertakan dalam festival film lain. Berkaitan dengan ini, Anggun berkeyakinan dirinya tidak melakukan pelanggaran secara ketentuan teknis festival walaupun dia mengakui adanya keterlibatan panitia dalam film tersebut.
“Kalau menurut saya kedua hal itu tidak melanggar ketentuan teknis festival. Makanya saya tidak merasa melakukan kesalahan, karena pegangan saya satu-satunya adalah ketentuan teknis. Tidak ada pegangan lainnya. Kalau masalah asumsi bahwa panitia tidak boleh ikut, itu kalau menurut saya selama tidak ada aturan teknisnya. Apa yang harus saya pegang,” tandasnya.
Lantas bagaimana dengan film Gnaret diikut sertakan di festival lain. Anggun berasumsi film tersebut masih dapat ikut serta di FFPS karena belum jadi pemenang di festival lainnya. Karena menurutnya yang dilarang adalah film-film yang sebelumnya telah memenangkan festival sebelum pendaftaran dimulai. Bahkan dikatakan Anggun, sudah ada tiga film yang pihaknya diskualifikasi termasuk salahsatunya film Salam yang disutradarai oleh Sutradara Gnaret. “Karena film itu sudah pernah memenangkan festival. Judulnya itu Salam, dan dua film lainnya yang kami diskualifikasi dengan alasan itu.”
Sebenaranya menurut Anggun banyak juga film-film yang dicurigai sudah pernah menjadi pemenang, namun setelah dikonfirmasi kepada para penyelenggara festivalnya. Mereka mengatakan film-film itu belum pernah menang. “Termasuk film Gnaret yang diikutsertakan di Genflik Festival, ternyata itu belum ada keputusan pemenangnya siapa,” imbuhnya.
Disinggung adanya kecurigaan dari netizen berkaitan dengan tak diunggahnya film Gnaret ke Youtube Panitia karena film tersebut diikut sertakan di festival lainnya. Menurut Anggun, tidak sebuah keharusan film diunggah ke Youtube, karena sebut dia film-film yang diunggah ke Youtube hanya mereka yang ingin ikut serta untuk menjadi peserta film pavorite.
“Dan persyaratan untuk mengikuti film pavorite adalah dengan mengunggah ke Youtube. Jadi sebenarnya uploadan ke Youtube itu adalah persyaratan untuk mengikuti kategori film pavorite yang berdasarkan like dari penonton. Kalau dari kategori lainnya, yang semalam diumumkan. Memang tidak ada persyaratan untuk diunggah ke Youtube.”
Selain bukan sebuah keharusan, menurut Anggun diuploadnya ke Youtube justru lebih sensitif. “Bahkan sekarang saja sudah ada dua film yang meminta diturunkan dari Youtube setelah mereka tidak masuk nominasi, dan mereka memilih untuk mengunggahnya sendiri. Kami juga izinkan karena tadinya juga itu hanya sebuah pilihan,” terangnya.
Film lainnya yang disoal netizen yakni film Under The Tree, film yang konon bergenre horor ini dianggap tidak sesuai dengan tema mengangkat potensi Sumedang. Berkaitan dengan hal itu menurut Anggun, sesuai dengan pesan dari Dinas Pariwisata selain mengangkat potensi Sumedang juga harus diangkat kearifan lokal sesuai dengan Juknis FFPS. “Menurut para penilai, termasuk panitia juga kurator, bahwa film itu masih memenuhi syarat. Walaupun ada juga pemotongan nilai berdasarkan ketepatan terhadap tema. Tapi film itu masih memenuhi syarat soal kearifan lokal. Karena menghormati alam, ulah teu sopan ka alam kitu,” terangnya.
Berkaitan dengan anggapan jika film tersebut malah membuat takut penonton dan akhirnya mereka takut untuk datang ke Gunung Tampomas. “Mungkin cara dia bercerita memang begitu, dari effect. Mun maneh teu sopan ka alam, meureun. Saha nu kuat ka alam mah, moal aya nu bisa ngalawan. Kitu meureunan ari tafsiran dari panitia dan kuratornya.”
Berkaitan dengan Film Haritage yang mengangkat kearifan lokal seni tarawangsa, yang dipandang netizen lepas dari sebuah ketentuan yang ada. Menurut Anggun jika berkaitan dengan hal itu, sesuai dengan sudut pandang masing-masing.
“Tapi yang saya tangkap dari kehidupan di seniman itu tidak mudah dan sesuatu yang menimbulkan dilema. Dalam hal mengangkat tarawangsa nya mungkin bisa disebut tidak sakral, tetapi kalau ku abdi dietang-etang dari semua film. Itu justru yang paling kontemplatif dalam menampilkan sebuah bentuk seni. Itu yang dirasakan oleh kurator, sampai seseorang mengorbankan banyak hal untuk tarawangsa. Berarti itu juga menggambarkan seseorang yang sangat menghormati kesakralan seninya. Bahkan ada dialog, maneh teu nyaho ieu titinggal karuhun uing,” demikian Anggun Gunara. ***