[caption id="attachment_10629" align="alignleft" width="300"] Ilustrasi[/caption] KETIKA sebuah tim besar dalam sepakbola di sebuah negeri, harus kalah telak dengan tim yang kelasnya konon jauh lebih rendah dari tim tersebut. Justru yang menang adalah penonton yang dapat mengambil hikmah dari kejadian tersebut, bukan sekedar menggerutu atau saling menyalahkan. Tetapi memang, pada kenyataannya sesuatu yang tak sesuai harapan, yang diambil justru saling menyalahkan. Lini depan menyalahkan, lini belakang yang keropos, padahal kalau kita kaji. Tak mungkin bola lolos ke lini belakang kalau pertahanan di depan kuat, begitu pun tak mungkin bola yang dibawa lawan sampai ke gawang sendiri, jika pertahanan belakang memang kuat, dan tak mungkin bola bersarang jika kipernya mampu menjaga gawang dengan cekatan. Ternyata kunci dari semua itu, bukan saling menyalahkan, tetapi berperan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Seorang lini depan berusaha keras agar bola tidak sampai ke kaki lawan dan menerobos masuk ke pertahanan paling belakang kesebelasannya. Usaha dan upaya itu memang bukan sebuah teori, tetapi harus menggunakan teknik dan kerja keras, serta kemampuan individual masing-masing pemain. Dalam sebuah bidang, jika sudah dicampur adukan maka sebuah hal terburuk sepertinya yang justru akan diraih, kalau pun bisa berhasil dapat dipastikan salahsatu harus dikorbankan. Ego untuk saling menyalahkan, dan aku paling benar, mungkin sesaat harus dilepas, semata-mata untuk sebuah tim yang solid. Pemain dengan skill dan pengalaman yang mumpuni akan jauh lebih tenang, ketika berhadapan dengan bola yang dibawa kaki lawan, tetapi akan panik ketika skill yang kita punya justru tak sebanding dengan posisi yang kita emban. Tak ayal, bukannya bola yang disepak, tetapi kaki lawan yang jadi sasaran. Saling sikat, sikut, menjadi sebuah hal yang lumrah. Imbasnya penonton pun miris menyaksikan, pertandingan yang serba menakutkan seperti itu. Bahkan mungkin meninggalkannya satu persatu. Pengalaman pun akan memberikan pengaturan energi, di mana harus berlari, di mana harus berjalan atau diam sebentar, mencari taktik jitu mencuri bola lawan dengan tanpa menendang kaki lawan. Pengaturan energi akan berdampak, semakin sehatnya tim, hingga dalam 2x45 menit, tak terlihat para pemain yang loyo, mereka tetap bersemangat dan kompak. Kalau pun kalah, usaha mereka dihargai, dan mencari solusi kenapa mereka sampai kalah. Menambal hal-hal yang kira-kira dianggap rawan. Harapannya, dalam waktu pertandingan berjalan itu, tak satu pun hilang konsentrasi dan merasa terbebani. Terkadang kita iri dengan permain cantik para pemain sekelas dunia yang bertanding di EURO 2012 misalnya. Tim yang memiliki pemain-pemain handal, ternyata banyak penonton yang mengelu-elu-kan, tak hanya dalam negara tetapi juga seluruh dunia. Artian luas, pemasaran yang kita lakukan sudah berhasil, tiket tak lagi memiliki arti, berapa pun nilainya, penonton akan membeli, luar biasa. Sebaliknya, jika permainan monoton tak ada inovasi untuk berubah, bukan hanya penonton yang bubar, tapi sebuah tim pun akan bubar.(*) Penulis : Igun Gunawan/SUMEDANG ONLINE

Berkaca dari Permainan Sepakbola

Ilustrasi

KETIKA sebuah tim besar dalam sepakbola di sebuah negeri, harus kalah telak dengan tim yang kelasnya konon jauh lebih rendah dari tim tersebut. Justru yang menang adalah penonton yang dapat mengambil hikmah dari kejadian tersebut, bukan sekedar menggerutu atau saling menyalahkan.

Tetapi memang, pada kenyataannya sesuatu yang tak sesuai harapan, yang diambil justru saling menyalahkan. Lini depan menyalahkan, lini belakang yang keropos, padahal kalau kita kaji. Tak mungkin bola lolos ke lini belakang kalau pertahanan di depan kuat, begitu pun tak mungkin bola yang dibawa lawan sampai ke gawang sendiri, jika pertahanan belakang memang kuat, dan tak mungkin bola bersarang jika kipernya mampu menjaga gawang dengan cekatan. Ternyata kunci dari semua itu, bukan saling menyalahkan, tetapi berperan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing.

Seorang lini depan berusaha keras agar bola tidak sampai ke kaki lawan dan menerobos masuk ke pertahanan paling belakang kesebelasannya. Usaha dan upaya itu memang bukan sebuah teori, tetapi harus menggunakan teknik dan kerja keras, serta kemampuan individual masing-masing pemain.

Dalam sebuah bidang, jika sudah dicampur adukan maka sebuah hal terburuk sepertinya yang justru akan diraih, kalau pun bisa berhasil dapat dipastikan salahsatu harus dikorbankan. Ego untuk saling menyalahkan, dan aku paling benar, mungkin sesaat harus dilepas, semata-mata untuk sebuah tim yang solid.

Pemain dengan skill dan pengalaman yang mumpuni akan jauh lebih tenang, ketika berhadapan dengan bola yang dibawa kaki lawan, tetapi akan panik ketika skill yang kita punya justru tak sebanding dengan posisi yang kita emban. Tak ayal, bukannya bola yang disepak, tetapi kaki lawan yang jadi sasaran. Saling sikat, sikut, menjadi sebuah hal yang lumrah. Imbasnya penonton pun miris menyaksikan, pertandingan yang serba menakutkan seperti itu. Bahkan mungkin meninggalkannya satu persatu.

Pengalaman pun akan memberikan pengaturan energi, di mana harus berlari, di mana harus berjalan atau diam sebentar, mencari taktik jitu mencuri bola lawan dengan tanpa menendang kaki lawan.

Pengaturan energi akan berdampak, semakin sehatnya tim, hingga dalam 2×45 menit, tak terlihat para pemain yang loyo, mereka tetap bersemangat dan kompak. Kalau pun kalah, usaha mereka dihargai, dan mencari solusi kenapa mereka sampai kalah. Menambal hal-hal yang kira-kira dianggap rawan. Harapannya, dalam waktu pertandingan berjalan itu, tak satu pun hilang konsentrasi dan merasa terbebani.

Terkadang kita iri dengan permain cantik para pemain sekelas dunia yang bertanding di EURO 2012 misalnya. Tim yang memiliki pemain-pemain handal, ternyata banyak penonton yang mengelu-elu-kan, tak hanya dalam negara tetapi juga seluruh dunia. Artian luas, pemasaran yang kita lakukan sudah berhasil, tiket tak lagi memiliki arti, berapa pun nilainya, penonton akan membeli, luar biasa. Sebaliknya, jika permainan monoton tak ada inovasi untuk berubah, bukan hanya penonton yang bubar, tapi sebuah tim pun akan bubar.(*)

Penulis : Igun Gunawan