Penasehat Hukum AMWJ Menyayangkan Pembongkaran Lapak KJA di Saat Pandemi
- Penulis: Fitriyani Gunawan
- Editor: Redaksi
- Terbit: Selasa, 1 Des 2020 22:24 WIB
SUMEDANG.ONLINE – Penasehat Hukum Aliansi Masyarakat Waduk Jatigede (AMWJ), Bambang Winasis, menyayangkan sikap pemerintah yang memaksakan diri melakukan pembongkaran lapak Keramba Jaring Apung (KJA) di Bendungan Jatigede disaat masyarakat masih kesulitan ekonomi karena Pandemi Covid-19.
“Jika larangan KJA di Waduk Jatigede dianggap mengganggu sendimentasi. Waduk-waduk lain yang sudah beberapa tahun kenapa tidak dihabiskan dulu. Sendimentasi mereka jauh lebih parah dibandingkan Jatigede yang belum lama. Dan yang lebih menyedihkan lagi pembongkaran ini dilaksanakan di masa pandemi. Sayang lagi Pemda Sumedang tidak memberikan solusi alih profesi atau ganti rugi selagi pandemi ini kolam jaring apung dibongkar. Paling tidak Pemerintah Kabupaten Sumedang atau siapa pun pejabat di belakang ini, lembaga di belakang ini yang menginginkan pembongkaran waduk bersih dari KJA. Setidaknya ada solusi alih profesi ganti rugi nafkah dan sebagainya. Kalau seperti itu, begitu dibongkar mereka tidak punya penghasilan lagi, sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah rumah pekarangannya digenangi, mereka mencoba bertahan hidup dari KJA, KJA nya dibongkar,” ungkap Bambang pada sejumlah wartawan di Jatigede. Selasa, 1 Agustus 2020.
Tak hanya itu Bambang pun berencana akan melakukan Judical Review terhadap Perda Nomor Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang Tahun 2018-2038 yang dianggapnya bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2017 Tentang Pembudidayaan Ikan. “Kedepan kita akan coba dengan Judical Review atau uji materi ke MK. Saya meyakin, saya agak heran ada Perda berani melawan Peraturan Presiden, nah kita akan uji sekuat apa Perda ini, jika kita Judical Review,” ungkapnya.
Sementara itu Maman sebagai salahsatu pemilik KJA mengaku kecewa dengan adanya pembongkaran ini. Pasalnya dirinya bersama perwakilan dari enam desa pada tahun 2013 atau dua tahun sebelum penggenangan terjadi pada 31 Agustus 2020 telah mengikuti pelatihan budidaya perikanan dengan sistem KJA. Saat itu dirinya mengikuti pelatihan dan mendapat sertifikat.
“Saya dan enam desa lainnya dilatih, ada pendidikan tentang jaring apung. Kenapa setelah kami sama teman-teman melaksanakan itu, karena kami terpaksa (jadi nelayan). Kami sudah hilang segala-galanya, hilang pekerjaan. Pelatihan ini pun tujuannya ke situ untuk mengurangi pengangguran. Tapi pada saat kami mengambil hak kami. Perdanya juga tidak mendukung kami,” imbuhnya.
Senada dikatakan Mahmudin, Ketua AMWJ ini pun bahkan mengaku kecewa dengan petugas yang melakukan penertiban. Pasalnya, mereka sebelumnya telah berkomitmen dengan Wakil Bupati Sumedang, jika yang terlebih dahulu ditertibkan adalah mereka para pendatang. Tapi pada kenyataanya, sebut Mahmudin, justru para pemilik KJA yang berasal dari warga terdampak Jatigede yang pembuatan KJA nya pun secara berkelompok.
“Kami menyesalkan dan menyayangkan sikap Pemerintah Kabupaten Sumedang melakukan hal seperti ini,” bebernya. ***