Asep Sutaji meski lahir di Subang, pengusaha Sumedang ini telah terlanjur mencintai Sumedang. Pengelola Hotel Puri Mutiara Sumedang ini banyak berbicara tentang pandangan dan pemikirannya seputar idealisme untuk membangun Sumedang lebih baik.
Menurut Asep, Sumedang yang terlanjur mendeklarasikan sebagai Puseur Budaya Sunda ternyata belum siap infrastrukturnya, sebagai contoh ketika dia dan kawan kawannya menyelenggarakan kegiatan Pentas Peduli Sumedang 2010 dengan menghadirkan banyak tamu di Sumedang, keluhan muncul dari para tamu undangan yang kesulitan mencari penginapan. Puri Mutiara sebagai Hotel yang berlokasi strategis di jantung kota memang memiliki keterbatasan kamar, sehingga ketika harus kehadiran banyak tamu pihaknya tak dapat melayani. ”Penginapannya kurang, cari makan tengah malam juga susah!?” Kata Paramitha Rusady seorang artis yang pada acara tersebut.turut hadir di Sumedang. Meski kecewa, Untung Paramitha mendapatkan tempat di Hotel Puri Mutiara. Bahkan Dia terkagum kagum dengan aksi pelukis bersaudara Nandang Sugiarta dan Rd. Dede Hidayat yang mendemonstrasikan kemampuan melukisnya di Hotel itu, dalam satu jam mampu melukis wajah Paramitha dengan sempurna, satu lukisan diantaranya meskipun masih basah langsung di boyong pulang ke Jakarta.
Banyak Lukisan terpangpang di berbagai sudut, kebanyakan ala penari bali, menurut Asep ini hanya ingin membuktikan bahwa pelukis yang ada di Bali, pemahat atau patung dan lukisan atau kerajinan kayu yang di jual di galeri galeri di Bali itu kebanyakan produk putra Sumedang bahkan banyak dibuat di Sumedang. Bali hanya dijadikan galerinya saja. Adapun memilih bentuk lukisan ala bali, tentu hanya mengikuti keinginan pasar saja. Ungkat Asep sambil menyatakan kebanggaannya,
”Orang Sumedang memiliki banyak kemampuan, dari mulai tukang Kayu, pengrajin, makanan khas semuanya sebenarnya layak jual, tinggal bagaimana Pemerintah memberikan fasilitas agar kiprah karya putra daerah ini memberikan kontribusi sehingga Sumedang bisa seperti Bali”. Kata Asep.
Memang Pemerintah saat ini perlu memberikan banyak perhatian kepada para seniman, para dunia wisata kalau memang ingin mewujudkan Sumedang Puseur Budaya Sunda. Asep pun prihatin dibalik gembar gembor Sumedang Puseur Budaya, tetapi berbagai pagelaran seni lebih menonjolkan kesenian Asing. Banyak Pagelaran Band Band di Alun-alun Sumedang tetapi sangat jarang menampilkan Jaipong atau kesenian daerah sendiri.
Hal senada diungkapkan salah seorang karyawannya bernama Inar Rahayu (25), gadis lulusan UPI jurusan Kesenian ini diminta kaul tari jaipongan di alun-alun. Dia sedih kaena tersisihkan dan harus bersabar menunggu waktu manggung yang lebih mendahulukan penampilan Band.
Asep Sutaji juga menyorot, permasalahan sekarang kesenian daerah sendiri sudah tidak mampu menjaga kemurnian seninya. Sebagai contoh seni Kuda Renggong. Asep prihatin saat ini seni kuda renggong tak lagi murni, lagu lagunya sudah dimasuki unsur seni modern, yang memprihatinkan saat perayaan hari jadi dengan pagelaran lautan kuda renggong, ada group seni kuda renggong yang menampilkan gamelannya cukup mutar kaset. Tentu ini menyedihkan.
Berbicara dunia pariwisata di Sumedang, Asep mengatakan seringkali banyak tamu yang menginap di Hotelnya orang Jakarta dan ingin mencari tempat wisata di Sumedang tetapi dirinya bingung harus mengajak mereka kemana selain hanya ke Museum Sumedang. ”Seharusnya ada kerjasama sinergis semua pihak, Menjual Sumedang tidak dapat dilakukan sepihak saja.
Ada Dishub yang harus menyiapkan infrastruktur jalan ke lokasi pariwisata yang harus siap, ada Hotel dan Restoran sebagai pendukung penting yang memfasitasi semua kebutuhan wisatawan, ada Seniman dan Budayawan yang memberikan pelayanan kemampuan Seni-nya, dan lain-lain”. Kata Asep yang mengakui sejauh ini Sumedang belum siap untuk menjadi tempat kunjungan wisata.