ADAT NGALAKSA di RANCAKALONG

Upacara Adat Ngalaksa sudah rutin dilakukan setiap tahun yakni setiap tanggal 13 Juli.  Seperti Selasa 13 Juli 2010 kemarin, Adat Ngalaksa berlangsung meriah di Desa Adat Rancakalong.  Acara lain dari tanggal 14 sampai tanggal 17 Juli 2010 nanti yaitu Sajian Satu Paket Upacara Adat Ngalaksa terdiri dari mesel atau menumbuk padi, ngisikan atau membersihkan berasm nipung atau membuat tepungm ngadonan, membungkus jeung ngulub atau merebus.  Setelah jadi laksa dibagi bagikan kepad warga dan tamu undangan.  Semua rangkaian acara itu selalu diiringi musik tarawangsa.

Bupati Sumedang dalam kesempatan membuka kegiatan adat ngalaksa kemarin di Rancakalong mengatakan harus tetap terpelihara sebagai adat kebiasaan turun temurun  bagian dari budaya yang wajib dilestarikan, terlebih Sumedang sebagai Puseur Budaya Sunda.

Dalam sejarahnya Adat Ngalaksa merupakan warisan leluhur dimana jaman dulu, masyarakat Rancakalong yang kehidupannya bertani mengalami musibah, karena tanaman padinya tidak dapat dipanen.  Mereka dilanda paceklik sedangkan penanaman padi kembali tidak mempunyai bibit untuk ditanam karena habis di konsumsi rakyat.

Untuk mencegah terjadinya kelaparan, maka sesepuh atau tokoh masyarakat Rancakalong memutuskan agar masyarakat menanam Hanjeli sebagai pengganti padi yang ternyata  berhasil dipanen dengan melimpah.

Suatu ketika terjadi malapetaka, seorang anak meninggal dalam gudang terimbun hanjeli, sesepuh atau tokoh masyarakat di saja memutuskan untuk tidak lagi menanam hanjeli dan masyarakat agar kembali menanam padi.

Konon bibit padi pada waktu itu hanya ada di Mataram dan untuk mendapatkannya sangat sulit.  Karena ada larangan dari penguasa Mataram bahwa Padi tidak boleh di bawa keluar wilayah Mataram terutama ke wilayah Padjadjaran.

Untuk mendapatkannya Sesepuh rancakalong mengutus Embah Reguna dan Embah Wira Ngara untuk berangkat ke Mataram, berkat kecerdikannya mengelabui petugas Mataram dimana mereka menyamar sebagai seniman jentreng maka keduanya berhasil membawa bibit padi ke dalam jentreng (kecapi) dan sejak itulah masyarakat rancakalong dapat kembali menanam padi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *