Perajin Suling, Kebanjiran Order
- Penulis: Fitriyani Gunawan
- Editor: Redaksi
- Terbit: Senin, 12 Mar 2012 22:09 WIB
TAK banyak yang tahu jika di Kecamatan Situraja ada Perajin suling bambu. Dinamakan suling bambu karena alat musik tradisional tersebut terbuat dari bambu. Kini popularitasnya sudah tidak asing karena dapat mengiri berbagai genre musik. Pada khasanah musik tradisional sunda saja ada namanya Kacapi Suling, Goong Suling, dan lain-lain.
SUARA tiupan suling terdengar sangat merdu, sampai jauh diantara gerimis yang turun siang itu, di RT 02 RW 01, Dusun Cimuruy, Desa Mekarmulya, Kecamatan Situraja. Suaranya yang khas mengingatkan Sumeks pada lagu yang dinyanyikan The Mupet-Suling Bambu.
Adalah Toto Suherman, saat Sumeks menyambangi rumahnya pria berusia 44 tahun itu, sedang mencoba beberapa buah suling yang baru dibuatnya, di sampingnya bilahan bambu tamiang(Schizostachyum blumei,L) tampak menumpuk.
“Saya membuat suling tidak asal jadi, ada teori-teori cara membuatnya kebetulan ada beberapa mahasiswa dari STSI Bandung juga yang memberikan teori agar suling yang kita buat suaranya sesuai dengan yang diinginkan, karena ukuran bambu, diameter, lubang itu sangat berpengaruh pada nada yang dihasilkan,” ujarnya mengawali pembicaraan dengan Sumeks, Kamis (8/3).
Untuk menjaga kualitas suling agar tetap terjaga, terkadang dia menduplikasi suling yang dibuatnya, tak heran bila di rumah permanen itu ada beberapa suling yang benar-benar sudah jadi.
“Suling yang sudah jadi itu, duplikasi dari suling yang telah dimainkan oleh para seniman, makanya kita duplikasi sebagai contoh,” imbuhnya.
Pria yang sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) menyukai kesenian tradisional Sunda, terus mematang keinginannya, ibarat pepatah, siapa yang berteman dengan tukang parfum maka akan tercium bau parfum, maka itu pun yang dilakukan Toto kecil. Ia tidak malu-malu untuk bergaul dan berguru pada seniman tradisional Sunda.
“Sejak SD saya sudah bisa membuat suling, tapi waktu itu asal bunyi saja sudah seneng,” paparnya.
Pria lulusan SMA Negeri Situraja itu, semakin mantap menggeluti bisnis pembuatan suling, apalagi setelah pengalamannya terasah dengan membuat ribuan suling untuk dipasarkan ke Karawang, Bekasi dan Cianjur.
Berbekal pisau raut, dia kembali ke Situraja dan mengembangkan bisnisnya di situ. Ia yakin bisnis suling bambu masih cerah, terbukti dengan pesanan yang hingga saat ini berdatangan. Saat ini saja ia mengaku mendapatkan order borongan dari sekolah di wilayah Darmaraja sebanyak seribu batang.
“Untuk suling yang diperuntukan untuk latihan seperti di sekolah, kita jual Rp 10 ribu, tapi bisa negosiasi,”ungkapnya.
Selain kerap menerima pesanan dari sekolah, ia pun tak sedikit mendapat order dari para seniman tradisional sunda yang sudah malang melintang, seperti grup seni Mamah Cenghar, dan Guru Dadi, untuk tingkatan profesional tersebut suling yang dibuatnya pun khusus.
“Ya, kalau order khusus untuk warna polos kita jual Rp 20 ribu per batang, kalau warna belang atau saya sebut si macan itu Rp 35 ribu,” lanjutnya.
Meski banyak menerima orderan, namun Toto, tidak terjebak dengan membikin mudah lubang, seperti dengan cara di bakar dengan bara, sehingga menghasilkan lubang berwarna hitam. Ia mengaku pelubangan dengan bara akan menghasilkan nada yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Untuk bahan baku sendiri, Toto menyebutkan, sejauh ini tidak ada masalah, hanya saja untuk mengambil bambu, harus pada bulan-bulan tertentu, agar kualitasnya baik. “Ini memang dari leluhur saya, dan sudah saya buktikan kalau mau mengambil bambu, sebaiknya pada bulan Maret hingga Juli, karena saat itu bambu sedang dalam kualitas baik,” pungkasnya.(ign)